Minggu, 18 Januari 2009

TEMAN YANG BAIK

Ugh... sungguh, hari ini benar-benar melelahkan. Entah kenapa hari ini begitu banyak masalah yang terjadi di kantor. Apakah karena kesalahan prosedur yang telah kuperbuat kemarin atau memang hari ini kesabaranku sedang di uji ? Entahlah, yang jelas setiap permasalahan ini membuatku menjadi semakin tegar. Selalu ada hikmah dibalik semuanya, sehingga aku bisa belajar dari setiap permasalahan ini agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Namun yang hatiku sedikit terusik adalah complain dari teman sekantorku mengenai sikapku belakangan ini. Menurutnya diriku ini masih kurang tegas dan komunikatif dengan bawahan saat bekerja. Hmm, masa sih diriku seperti itu ? Padahal selama ini aku biasa-biasa aja. Aku juga cukup tegas dan komunikatif dengan bawahan saat sedang bekerja. Lalu kenapa bisa menilaiku seperti itu ? Mungkin karena banyaknya masalah yang kuhadapi hari ini membuat sikap ku berubah di matanya. Syukurlah, berkat perhatiannya hari ini, aku bisa mengetahui letak kesalahanku selama ini. Memang, tanpa disadari kita selalu beranggapan bahwa apa yang kita lakukan ini selalu benar. Namun jika tidak ada teman atau orang terdekat yang memperhatikan kita, maka seterusnya kita terlarut dengan kesalahan. Ingat teman yang baik adalah yang selalu memperhatikan dan mengingatkan jika temannya melakukan kesalahan, serta menghiburnya dikala ada teman yang bersedih. Terimakasih Winda, kamu sudah mengingatkan aku.

Jakarta, Januari 2007

PELAJARAN UNTUK BERTAHAN HIDUP

SURVIVAL DASAR 2007 DI KALIJATI
(PELAJARAN UNTUK BERTAHAN HIDUP)
oleh Aditya Rachman Putra,
Anggota Pramuka Saka Dirgantara Halim Perdanakusuma,
peserta Latihan Survival Dasar 2007

Rabu, 7 Maret 2007 pukul 05.00 wib. Matahari masih malu-malu mengeluarkan sinarnya di pagi hari. Namun awan hitam masih tampak tebal menutupi langit. Akankah hari ini akan kelam ? Aku dan teman-teman pramuka saka dirgantara sedang bersiap-siap di Lanud Halim untuk mengikuti kegiatan latihan Basic Survival di Kalijati bersama anggota TNI AU Lanud Halim Perdanakusuma, Wartawan, Awak pesawat dan anggota PMI. Syukur alhamdulillah aku bisa mengikuti latihan ini, setelah kemarin sempat tidak diijinkan oleh atasanku karena aku harus masuk bekerja menggantikan temanku yang berhalangan hadir pada tanggal 9 Maret 2007.
Briefing dan cek jumlah, serta kesiapan peserta dilakukan di halaman kantor Wing I Lanud Halim perdanakusuma sebelum keberangkatan ke Lanud Kalijati dengan menggunakan bus dan truk. Namun yang membuat yang membuat kami kaget dan tak percaya, adalah kabar dari pelatih mengenai musibah kecelakaan pesawat Garuda di Yogya yang merenggut banyak korban jiwa. Kami pun serentak berdoa bersama untuk para korban. Semoga musibah kecelakaan ini tidak akan terjadi lagi.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, akhirnya kami tiba di Lanud Kalijati Subang. Suasana mistis kerap terasa saat aku pertama kali tiba di lanud kalijati. Landasan rumput yang dikelilingi dengan ladang tebu, serta Bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda dan Jepang yang masih tampak terawat, membuatku terbayang akan kejayaan Lanud Kalijati di masa perang kemerdekaan sebagai pusat pelatihan penerbang oleh Belanda. Sayang kejayaan tersebut hanya tinggal tersisa bangunan-bangunan tua yang kini dijadikan kantor hangar untuk skadron 7 helikopter dan pusat terbang layang TNI AU, serta museum hidup di salah satu hangar berisi pesawat-pesawat tua peninggalan perang yang katanya masih bisa diterbangkan.
Upacara pembukaan latihan basic survival dilakukan tepat pada pukul 09.00 WIB dengan inspektur upacara Komandan Wing I Lanud Halim Perdanakusuma. Namun angin kencang dan awan hitam selalu menghantui kami sejak berangkat dari halim.
Awam mendung selalu mengikuti kami, perjalanan dua jam dari halim ke kalijati juga diiringi oleh hujan. Setelah selesai upacara kami dibagi menjadi 10 regu, dengan setiap regunya terdiri dari TNI AU, Pramuka, PMI, Awak pesawat Lion Air, Mahasiswa dan Wartawan media cetak maupun elektronik. Aku sendiri tergabung di regu 8 yang berjumlah 17 orang. Selama mengikuti latihan setiap peserta hanya dibekali tiga buah nasi kaleng, dan 10 kotak MTP (Makanan Tambahan Polri) yang berisi biskuit,minuman instant serta kompor lapangan untuk setiap regu.
Dalam latihan ini dikisahkan pesawat kami mengalami crash landing dan seluruh korban dalam keadaan selamat. Namun kami harus berusaha untuk tetap bertahan hidup dan mencari bantuan TIM SAR. Kegiatan diawali dari halaman kantor desa Cisampi Kalijati-Subang. Setelah membaca peta dan belajar menggunakan kompas, kami harus bergerak ke daerah yang sudah ditentukan di Peta dan... perjalanan panjang pun dimulai.
Untuk sampai di lokasi yang sudah ditentukan di peta, kami harus berjalan melewati, jalan setapak, sawah dan hutan. Setelah menempuh kurang lebih satu jam perjalanan, kami tiba di cek point pertama. Di sini kami diajarkan mengenai jenis-jenis tumbuhan di hutan yang dapat dimakan untuk bertahan hidup. Secara umum, tanaman dan buah yang dapat diamakan adalah yang tidak mengeluarkan getah, daunnya tidak tebal dan tidak membuat gatal. Semua tanaman dan buah yang dimakan oleh binatang liar di hutan seperti monyet atau burung, pasti aman untuk dimakan. Setelah itu kami melakukan praktek menuruni tebing dengan menggunakan tali untuk mencari sumber air. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju check point berikutnya. Kali ini medan yang dilalui semakin berat, tanah yang basah, batu, lumpur, sungai, sawah, hutan, serta semak belukar kerap menghalangi langkah kami. Selain itu juga mendung dan hujan gerimis terus mengikuti langkah kami.
Pukul 16.00 wib kami tiba di cek point kedua. Sementara itu, angin kencang dan awan mendung semakin tebal menyelimuti kami Di sini kami beristirahat sejenak sambil belajar membuat Shelter atau bivak dengan mengunakan Ponco atau jas hujan serta tambang untuk bermalam di tengah hutan. Hal ini penting, karena pada kejadian sebenarnya survivor harus dapat membuat tenda darurat menggunakan bahan-bahan yang ada disekitarnya untuk tempat beristirahat pada malam hari.
Sinar matahari kian meredup di ufuk barat digantikan dengan langit malam. Hujan yang sering turun dan berhenti juga masih terus membayangi kami. Namun kami harus terus melanjutkan perjalanan. Sambil menunggu hari menjadi gelap, kami diajarkan oleh pelatih tentang cara menggunakan kompas di malam hari, yaitu dengan mencocokkan nyala fosfor yang ada di dalam dan luar lensa kompas pada koordinat yang sudah ditentukan. Setelah itu setiap regu dilepas masing-masing pada koordinat yang berbeda. Demi keselamatan semua anggota regu, hal penting yang harus dilakukan bersama adalah merapatkan barisan, saling mengenali dan mengingatkan teman yang ada di depan dan dibelakang kita dan tidak boleh terputus, karena setiap regu hanya dibekali satu buah kompas dan senter. Sedangkan medan yang akan dilalui tidak terlihat jelas, sehingga diperlukan sekali kebersamaan dan kekompakan untuk melewati rintangan ini. Alhamdulillah kami dapat melalui rintangan ini.
Malam sudah semakin larut dan hujan masih juga turun rintik-rintik, sedangkan kami harus melanjutkan perjalanan ke check point terakhir di hari pertama, yaitu tempat bermalam. Setelah berjalan setengah jam, kami tiba dilokasi dengan kondisi tanah yang miring ditumbuhi pohon-pohon besar di selingi tanaman jagung. Di sininalah kami harus bermalam dengan membuat bivak berkapasitas tiga orang dengan menggunakan dua buah ponco sebagai atap dan satu buah ponco lagi sebagai alasnya. Dengan cepat kami langsung membuat bivak, namun entah mengapa tiba-tiba pelatih menginstruksikan kepada semua peserta survival untuk membongkar dan merapihkan kembali bivak yang sudah dibuat dan memerintahkan kepada semua regu untuk kembali bergerak. Kami semua heran, ada apakah gerangan. Mengapa kami tidak jadi bermalam di bivak. Ternyata, selidik punya selidik. Pelatih sangat mengkhawatirkan keamanan dan keselamatan peserta latihan, mengingat di daerah tersebut masih banyak terdapat binatang liar terutama ular tanah yang cukup berbahaya. Akhirnya seluruh peserta ditarik dari hutan dan diangkut dengan truk kembali ke Lanud Kalijati dan beristirahat di dalam hangar pesawat terbang layang. Alhamdulillah, akhirnya seluruh peserta beruntung dapat beristirahat dengan nyaman di dalam hangar pesawat. Hmm... kalo tidak, waduh... mungkin semua peserta akan merasakan betul perjuangan untuk bertahan hidup, menahan kantuk dan lelah setelah menempuh perjalanan panjang di tengah hutan dengan cuaca dingin disertai hujan serta ancaman ular yang terus mengintai. Benar-benar perjuangan yang luar biasa.
Kegiatan latihan di hari kedua diawali dengan senam pagi dipimpin oleh pelatih. Setelah itu bersiap-siap untuk menuju ke lokasi kegiatan. Masih dengan kondisi awan mendung dan hujan kami berangkat menuju lokasi dengan menggunakan truk. Setibanya di lokasi kami diajarkan tentang cara membidik menggunakan kompas. Caranya yaitu dengan memasukkan ibu jari pada kaitnya, lalu membidik koordinat yang sudah di tentukan melalui lensa kecil yang ada di atas kompas dan meluruskan objek yang dibidik melalui garis tengah berwarna hitam pada lensa pisir yang di tekuk 90. Hal yang harus diperhatikan dalam membidik dengan kompas agar tidak melenceng terlalu jauh adalah, kita harus membidik objek yang paling mencolok dari sekitarnya sebagai patokan untuk membidik objek berikutnya. Jika tidak ada objek yang mencolok, kita dapat menggunakan orang dengan pakaian mencolok atau bendera dengan cara membuka jalan ke depan terlebih dahulu sejauh -+50 m sebagai patokan untuk dibidik menggunakan kompas.
Setiap regu memperoleh koordinat yang berbeda dengan regu yang lainnya, sehingga tidak tumpang tindih. Koordinat tersebut sudah disiapkan oleh pelatih, sehingga kita hanya tinggal mengikuti koordinat tersebut dengan tepat dari awal sampai akhir, agar tidak kesasar.
Dibawah pimpinan Letnan Yongki sebagai komandan regu 8, kami menyusuri setiap rintangan yang menghadang, baik itu hutan, jurang maupun lembah. Pak Yongki dan anggota TNI AU yang lain juga tidak sungkan-sungkan mengajari kami cara membidik dengan kompas. Sesekali aku pun mencoba membidik dengan kompas tersebut. Kebersamaan di regu kami pun semakin terjalin erat mengingat medan yang dilalui kali ini terasa berat dan melelahkan, apalagi hujan terus mengguyur kami sepanjang perjalanan. Menurut pelatih rute kompas siang yang kami tempuh pada hari jaraknya sejauh 8 km. Tapi karena medannya yang berbukit mungkin jarak tempuhnya bisa 10 km. dan bagi peserta yang kakinya lecet, perjalan kali ini pasti akan terasa sangat berat.
Pukul 12.00 wib regu kami sampai di batas depan latihan kompas siang, yaitu Jalan kampong Tenjo Laut. Namun kami tidak menemukan seorang pelatih pun. Waduh, jangan-jangan kesasar nih pikirku. Setelah bertanya pada warga sekitar, ternyata posko pelatih jaraknya kurang lebih 1 km dari tempat kami bertanya pada warga. Lalu kami pun melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Posko pelatih, ternyata sudah ada empat regu yang tiba duluan, dan masih banyak regu yang belum sampai. Padahal kami kira, kami adalah regu yang terakhir sampai. Disini kami semua beristirahat melepas lelah menunggu regu yang lain tiba.
Setelah regu terakhir tiba, kami segera melanjutkan perjalanan menuju check point terakhir yang berupa danau. Jaraknya sejauh 4 km, dan lagi-lagi harus di tempuh dengan berjalan kaki. Perasaan lelah dan letih dan jenuh selama perjalanan sedikit terobati setelah sampai di check point terakhir. Di sini kami mendapat pelatihan membuat perangkap untuk menjerat hewan liar yang ada di hutan sebagi bahan makanan dengan menggunakan bahan alami yang ada di hutan seperti dahan pohon, kayu, batu dan tali. Selain itu juga kami diajarkan cara menangkap ular sejenis sanca dan phyton dengan menggunakan sebatang kayu yang dibuat bercagak pada ujungnya, serta teknik untuk melepaskan diri dari lilitan ular tersebut. Setelah itu, ular tersebut dipotong dan dikuliti untuk disantap sebagai menu makan malam. Selain ular, pelatih juga menyediakan kelinci untuk dipanggang dan dinikmati oleh semua peserta latihan survival.
Setelah puas menikmati hidangan istimewa ala survival, seluruh peserta diarahkan ke tepi danau untuk mempraktekkan teknik penyebrangan basah. Namun karena waktu dan cuaca yang tidak memungkinkan kegiatan ini tidak jadi dilakukan. Semua peserta diminta untuk mempersiapkan diri untuk bermalam di air. Terlihat di danau yang merupakan bekas galian pasir itu, para pelatih tengah menyiapkan Life craft atau perahu penyelamat berwarna orange yang biasa terdapat di Kapal laut dan pesawat terbang untuk meyelamatkan diri para penumpangnya jika mendapat musibah kecelakaan di laut.
Awan mendung menggantung semakin tebal, mengiringi pergantian sang surya dengan malam. Sementara hujan gerimis dan terkadang deras terus mengikuti kami sejak awal latihan. Setelah mengenakan pelampung penyelamat, satu persatu semua peserta diharuskan berenang menuju perahu penyelamat yang ada di tengah danau. Setiap perahu berkapasitas 8 orang, sedangkan yang lebih besar berkapasitas 12 orang. Tidak semua perahu nyaman untuk ditumpangi, banyak juga perahu-perahu yang bocor, sehingga para penumpangnya harus menggunakan segala macam cara untuk membuang air yang masuk ke dalam perahu.
Malam semakin larut, sedangkan hujan deras dan gerimis yang turun setiap setengah jam sekali, membuat peserta harus bersiap-siap melatih kekuatan dan kesabaran untuk bertahan hidup di tengah danau sampai esok pagi. Lalu pada tengah malam saat hujan sedikit mereda, dengan perahu boat pelatih mendatangi kami dan mengajarkan tentang cara menggunakan berbagai macam signal untuk memohon bantuan kepada Tim SAR di malam hari. Setelah itu pelatih kembali meninggalkan kami, sedangkan untuk mengganjal perut para peserta. Pelatih hanya mengirimkan bantuan berupa bandrek hangat, pisang, ubi dan singkong rebus kepada setiap peserta.
Rasa kantuk, lelah dan kedinginan bercampur menjadi satu. Hanya dengan beratapkan langit yang terus mengguyurkan hujan membuat malam terasa semakin panjang. Namun biar bagaimanapun caranya kami harus berusaha untuk bisa beristirahat di perahu tersebut. Mungkin keadaan seperti inilah yang mungkin pernah dialami oleh para penumpang KM Senopati Nusantara yang tenggelam di laut Jawa. Hanya dengan menggunakan pelampung dan minum air hujan, mereka berjuang untuk bertahan hidup di tengah laut yang ganas untuk menyelamatkan diri. Bersyukur kejadian tersebut hanya aku alami saat latihan survival ini saja dan semoga aku tidak pernah mengalami kejadian musibah yang sebenarnya.
Pagi menjelang, sinar matahari mulai tampak di ufuk timur. Namun mendung dan hujan masih terus mengikuti kami. Kedatangan pelatih dengan mengggunakan dua buah perahu boat disambut dengan penuh suka cita, secara bergantian seluruh peserta diantar ke tepi danau. Bandrek hangat dan pisang serta ubi rebus sudah persiapkan untuk para peserta yang kedinginan. Tangan dan kaki terlihat sangat keriput dan berwarna putih serta pakaian yang selalu basah terkena hujan membuat peserta tetap kedinginan, meskipun sudah keluar dari air.
Setelah cukup menikmati sarapan ala kadarnya, pelatih kembali mengajarkan kepada kami cara menggunakan berbagai macam signal dan membuat tanda untuk meminta bantuan kepada pesawat tim SAR di siang hari. Kemudian kami mempersiapkan diri untuk mengikuti upacara penutupan.
Sebenarnya masih ada satu materi latihan lagi yang akan dipraktekkan yaitu Hoise dari helicopter atau penyelamatan korban di air dengan menggunakan helicopter Super Puma TNI AU. Namun karena pertimbangan waktu dan cuaca yang tidak mendukung, kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan. Akhirnya pelatih hanya mempraktekkan pembuatan tanda permohonan bantuan kepada helicopter pencari dengan menggunakan kain panel berwarna orange, sekaligus memperagakan cara memandu helicopter yang membawa bahan bantuan untuk mendarat.
Akhirnya pada hari Jumat, 9 Maret 2007 pukul 09.00 wib, upacara penutupan latihan Basic Survival 2007 di Lanud Kalijati dan sekitarnya dilakukan dengan sederhana dengan inspektur upacara Komandan Wing I Lanud Halim Perdanakusuma. Perasaan letih dan lelah terhapus setelah secara simbolis inspektur upacara menyematkan Wing survival kepada perwakilan setiap peserta. Perasaan bangga dapat melalui semua rintangan ini menjadi pengalaman tersendiri dan berharga bagi para peserta, sehingga lebih siap untuk menghadapi keadaan darurat dimasa datang yang mungkin akan di alami suatu hari nanti.

Jakarta, 14 Maret 2007