Senin, 15 Juni 2009

SEMANGAT, KREATIFITAS, KERJASAMA TIM DAN KESUKSESAN

SEMANGAT, KREATIFITAS, KERJASAMA TIM
DAN KESUKSESAN

Bagian 1

Suatu sore di sebuah ruang kesekretariatan Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka salah satu perguruan tinggi di Bogor, tampak dua orang mahasiswa sedang berbincang-bincang. Mereka adalah Arman dan Yadi. Arman adalah ketua umum di organisasi tersebut, sedangkan Yadi adalah bendaharanya. Saat keduanya sedang asik mendiskusikan program kerja kepengurusan mereka yang tiga bulan lagi akan berakhir, Tiba-tiba mas Yono datang.
“Assalammualaikum” sahut mas Yono.
“Waalaikum salam, dari mana mas kok keliatan lecek banget mukanya ?” jawab Yadi sambil bertanya.
“Habis ngadep dosen, waduh kayaknya wisuda saya bakal ditunda nih sampai bulan Februari. Pusing……pusing.” Sahut Yono anggota paling senior di UKM Pamuka yang sedang menyelesaikan skripsinya tampak mengeluh.
“Yah, tenang aja mas. Berarti di sini (anggota UKM pramuka-red) masih banyak yang sayang sama mas, jadi wisudanya entar-entar aja, he….” Ledek Arman kepada Yono.
“Wa….., jangan gitu dong. Doain atuh, biar saya cepet lulus !.” Ucap Yono dengan tersenyum.
“O…iya. Tadi siang Pak Satrija telepon ke sini. Katanya ‘UKM Pramuka disuruh ikut lomba Penulisan Ilmiah Tingkat Nasional,’ deadline penyerahan proposalnya tinggal tiga minggu lagi”. Sahut Yono menyampaikan pesan telepon dari Pak Satrija, dosen pembina UKM Pramuka kepada Arman dan Yadi.
Arman terkejut mendengar berita itu, padahal beberapa bulan yang lalu dia dan rekan-rekannya juga sudah mengirimkan proposal untuk kegiatan penelitian dikalangan mahasiswa. Bahkan Arman bersama tim dari teman sekelasnya juga sudah melaksanakan penelitiannya. Kemudian ia balik bertanya kepada Yono.
“Bener nih ada lomba penulisan karya ilmiah lagi ?”
“Beneran, ini yang gelombang kedua. Pak Satrija sudah punya surat pemberitahuannya, kalo nggak percaya coba aja buka websitenya Dikti.” Jawab Yono berusaha meyakinkan Arman dan Yadi.
“Mmm begitu, ya udah. Ayo Man, kita pikirkan judul proposalnya bareng-bareng sama anggota UKM Pramuka yang lain !,” ajak Yadi kepada Arman dengan penuh semangat.
“Oke deh, makasih ya Mas atas infonya. Kalo gitu kapan kira-kira waktu yang tepat untuk kita rapat dan membicarakan masalah ini ?,” tanya Arman kepada Yadi dan Yono.
“Hari Selasa malam aja gimana ?, kayaknya teman-teman banyak yang kosong waktunya !,” jawab Yadi memberikan usul.
Arman terdiam sejenak, lalu membuka-buka buku agendanya untuk mencari waktu yang tepat untuk rapat bersama semua anggotanya. Kemudian ia mengambil keputusan.
“Oke, saya setuju. Hubungi semua anggota ya !, Hari selasa besok jam 19.00 malam kita berkumpul di tempat biasa, setuju !.”
“Setuju,” sahut Yadi dan Yono dengan penuh semangat.

* * *

Hari demi hari berganti dan waktu yang telah ditentukan pun tiba. Arman sudah menghubungi semua anggotanya untuk mengadakan rapat di tempat biasa. Tempat biasa itu adalah sebuah lantai koridor di gedung Fakultas A yang sering digunakan untuk ajang kumpul dan diskusi para mahasiswa di malam hari, karena letaknya yang strategis.
Arman tiba lebih dulu di tempat itu dan tak lama kemudian kawan-kawannya datang, lalu rapat pun dimulai. Banyak hal yang mereka diskusikan. Namun yang tampak serius didiskusikan adalah mengenai informasi lomba ilmiah antar perguruan tinggi yang disampaikan oleh Pak Satrija. Mereka semua menginginkan agar organisasinya ini bisa ikut serta dalam lomba tersebut. Akan tetapi waktu yang ada untuk pembuatan proposal dan melakukan penelitian hanya tinggal dua minggu lagi. Bisakah mereka melakukannya ?. Mereka ingin sekali mengikuti jejak seniornya yang telah sukses mengikuti lomba tersebut tahun lalu, karena jika proposalnya disetujui maka panitia lomba akan memberikan bantuan dana untuk melaksanakan program yang diusulkan itu secara cuma-cuma. Sisa dana kegiatan tersebut dapat digunakan untuk menghidupkan kegiatan organisasi atau membeli barang inventaris yang baru.
Cukup banyak ide-ide gila dan kreatif yang mereka lontarkan. Mereka pun lalu sepakat untuk membentuk dua tim peneliti untuk melakukan dua penelitian dengan dua judul yang berbeda tetapi dengan material yang hampir sama. Namun dalam pelaksanaannya hanya satu judul penelitian yang dilakukan. Mereka juga meminta kepada Nana untuk menuliskan kembali laporan penelitiannya tentang “Analisis Sifat Psiko-kimia Pikel Jarmur Tiram” yang juga didanai oleh panitia lomba ini.
Penelitian yang akan dilakukan adalah membandingkan ketahanan berbagai jenis bunga potong pada media tanam baru yaitu hidrogel. Hidrogelnya sendiri adalah media tanam yang telah mereka gunakan sebagai komoditas utama dalam kegiatan wirausaha organisasinya. Ide untuk melakukan penelitian dengan menggunakan media tersebut didasari dari pengalaman mereka sendiri yang kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh para calon pembeli. Mereka sulit untuk memberitahukan kepada calon konsumen tentang bunga potong apa saja yang dapat tahan lama di media tersebut, sehingga dengan penelitian ini pertanyaan tersebut dapat terjawab.
Pada akhir rapat, Arman membagi-bagi tugas untuk melakukan penelitian tersebut. Hal ini dilakukan karena yang mengusai topik penelitiannya itu hanya Kiki dan Pipit sedangkan yang lainnya tidak, karena berbeda-beda fakultas. Kiki pun lalu terpilih sebagai penanggung jawab penelitian tersebut, sedangkan yang lainnya bertugas untuk membantu secara teknis dan mencari berbagai literatur yang diperlukan untuk tinjauan pustaka.

* * *

Beberapa hari kemudian penelitian itu pun dimulai. Dengan penuh semangat untuk berkarya, Kiki merelakan kamar kostnya dipenuhi berbagai macam bunga potong. Menurut Kiki beraneka macam bunga potong berwarna warni dengan bau yang menyengat itu membuat kamarnya seperti kamar pengantin baru. Ia pun rela tidak tidur di dalam kamarnya selama satu minggu sambil rela mendengarkan keluhan dari teman-teman sekostannya yang merasa tidak nyaman dengan bau dari bunga potong tersebut.
Dilain pihak, Arman kebagian tugas untuk menterjemahkan jurnal asing yang diberikan oleh Kiki. Firman yang merupakan anggota baru di UKM Pramuka dan tidak tahu apa-apa tentang topik penelitian itu juga kebagian tugas mengetik latar belakang dan metode penelitian, sesuai dengan konsep yang diberikan oleh Kiki dan Pipit.
Arman tidak begitu banyak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh Kiki dan Pipit dalam melakukan penelitian tersebut. Yang diketahuinya hanyalah bahwa dalam satu minggu mereka sudah memiliki data hasil penelitian untuk dibahas. Bahkan yang membuatnya terkejut adalah bahwa hanya dalam waktu satu minggu pula, Kiki dan Pipit mampu membahas data tersebut sampai menjadi sebuah proposal penulisan ilmiah. Pada saat itu pula Kiki dan Pipit sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian yang ke empat dari salah satu mata kuliahnya yang berjumlah 4 SKS dalam satu semester.
Sampai proposal penulisan ilmiah tersebut dikumpulkan ke panitia lomba pun, Arman juga tidak sempat mengoreksinya terlebih dahulu. Namun pada akhirnya, dengan modal nekat dan semangat untuk berkarya, UKM Pramuka kembali dapat mengikuti lomba Penulisan Ilmiah tersebut dengan mengirimkan dua buah judul proposal. Tim penulis pertama terdiri dari Kiki, Pipit, Arman dan Firman, sedangkan tim penulis kedua terdiri dari Nana dan Husnul.
Kiki memberikan fotocopy kedua buah proposal penelitian ilmiah yang telah diserahkan kepada panitia lomba kepada Arman tiga hari kemudian. Arman lalu membacanya dengan penuh seksama. Betapa terkejutnya Arman setelah membaca proposal itu karena menurutnya, proposal yang ditulis Kiki dan Pipit masih banyak yang salah jika dibandingkan dengan proposal yang ditulis oleh Nana. Ia juga tidak yakin jika proposal Kiki akan didanai oleh panitia lomba, karena banyaknya kesalahan teknis dalam penulisannya. Namun, semua usaha sudah dilakukan. Kini tinggal saatnya berdoa, semoga salah satu dari proposal tersebut ada yang didanai. Jika didanai lagi oleh panita lomba, berarti UKM Pramuka telah dapat mempertahankan prestasinya yang sudah tiga tahun berturut-turut sejak pertama kali lomba ini digulirkan proposalnya selalu berhasil didanai.

* * *

Tiga bulan kemudian, Arman yang sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua umum UKM Pramuka semenjak tiga bulan yang lalu mendapat kabar gembira dari Yono. Menurut Yono, dirinya menerima telepon dari dosen pembina UKM Pramuka yaitu ibu Tini. Beliau memberitahukan bahwa, salah satu dari proposal penulisan ilmiah yang dikirimkan ke panitia lomba telah disetujui dan akan didanai. Ibu Tini meminta Kiki dan Nana atau siapa saja untuk mengecek kebenaran berita tersebut.
Arman kaget bercampur senang setelah menerima kabar itu. Ia lalu mencari arsip propoal penulisan ilmiah tersebut di lemari sekretariat. Kemudian ia menebak-nebak proposal mana yang telah didanai itu ?. Tak lupa ia juga menyampaikan kabar gembira itu kepada Kiki dan Nana melalui SMS. Tim-tim mahasiswa yang proposalnya didanai itu akan diundang untuk mempresentasikan hasil karya ilmiahnya dalam Lomba Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional ke XVII (LIMTN XVII) pada bulan Juli nanti. Lombanya sendiri akan diselelenggarakan di salah satu perguruan tinggi swasta terkenal di kota Bandung.
Malam harinya Arman menelepon Kiki di kostannya. Ia ingin memastikan tim siapa yang berhasil lolos.
“Halo Kiki, sudah ke rektorat belum ?, siapa yang berhasil lolos ?.”
“Sudah Kak, tadi habis kuliah aku langsung ke Rektorat.”
“Trus gimana hasilnya ?” tanya Arman tidak sabar.
“Alhamdulillah, Proposal Kiki yang lolos, uangnya bisa diambil minggu depan.”
Arman senang sekali mendengar kabar itu. “Syukurlah kalo begitu, akhirnya semangat dan usaha kita tidak sia-sia.”
“Tapi Kak, kita harus membuat poster hasil penelitian dan mempersiapkan diri untuk presentasi di LIMTN XVII bulan Juli nanti,” sahut Ika menerangkan tugas yang harus dilakukan oleh setiap tim yang lolos ke LIMTN XVII.
“Oke deh, tenang aja Ki, nanti kita susun jadwal kegiatan yang akan kita kerjakan untuk mempersiapkannya. Toh masih lama kan LIMTN-nya ?.”
Kiki merasa sedikit, lega tapi dia masih bingung. “Iya sih, tapi posternya harus sudah jadi paling lambat 1 bulan sebelum lomba. Aku dan Pipit khawatir nggak bisa mempersiapkan slide presentasi dan desain posternya, karena aku berdua mau Kuliah Kerja Praktek (KKP) dari bulan Juni sampai Agustus. Aku sama Pipit mungkin tempatnya nggak akan sama di satu desa atau kecamatan. Trus Gimana dong kak ?.”
“Tenang aja Ki, yakin segala permasalahan pasti akan ada jalan keluarnya. Teman-teman yang lain juga akan siap membantu kok. Kalo sempat, mulai dari sekarang kamu sama Pipit siapin aja rencana desain poster dan apa-apa yang mau di presentasikan, biar nanti saya dan teman-teman yang akan coba bikin. Okeh ?, sudah dulu ya ?” sahut Arman menutup pembicaraan ditelepon.
“Iya deh, makasih ya Kak”. Balas Kiki lalu menutup telepon.
Kabar gembira itu membuat semua anggota UKM Pramuka merasa bangga dan termotivasi untuk meraih sukses yang sama di tahun yang akan datang. Setidaknya dengan sisa dana yang diperoleh dari lomba tersebut, mereka dapat membeli tenda baru atau barang-barang lain sebagai inventaris yang sangat dibutuhkan untuk kegiatan organisasi.

* * *
Bagian 2

Hari berganti hari, minggu demi minggu berlalu dan bulan Juni pun tiba. Kiki, Pipit, Arman dan Firman belum menyiapkan diri untuk mengikuti Lomba Ilmiah Tingkat Nasional XVII (LIMTN XVII) yang dua bulan lagi akan dilaksanakan di kota Bandung. Arman yang baru saja selesai melakukan penelitian lapang di Jakarta belum sempat mengkoordinir rekan-rekan satu timnya. Firman akan pulang ke kampung halamannya di Palembang setelah mengikuti Ujian Akhir Semester. Begitu juga dengan Kiki dan Pipit yang sudah mulai disibukkan dengan persiapkan Kuliah Kerja Praktek (KKP).
Beberapa hari sebelum keberangkatannya untuk melakukan kerja praktek, Kiki mendapat kabar dari Rektorat agar sesegera mungkin untuk membuat ringkasan karya ilmiah, desain poster dan slide yang akan dipresentasikan. Kiki bingung dan panik. Bagaimana ia harus mengatur waktu untuk menyelesaikan semuanya. Sementara itu dia sudah sulit untuk menghubungi Pipit teman sekelasnya, karena lokasi praktek lapang mereka yang sangat berjauhan. Harapan hanya tertumpu pada Arman yang saat itu juga sedang sibuk untuk menyelesaikan skripsinya. Akhirnya dengan sebisa mungkin, Kiki dan Pipit membuat draft kasar ringkasan karya ilmiah, desain poster dan slide presentasi untuk selanjutnya diteruskan penyelesaiannya oleh Arman.
Arman menerima tugas-tugas itu dan menangguhkan sementara penyelesaian skripsinya. Ia berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sudah mendekati deadline itu. Arman juga harus memperbaiki penulisan karya ilmiah Kiki dan Pipit yang masih banyak terdapat kesalahan teknis dalam penulisannya. Namun ia tidak sendiri mengerjakannya. Dalam membuat foto-foto yang diperlukan untuk poster, Arman dan Kiki juga dibantu oleh Ayu yang sudah selesai melakukan Praktek Lapang di Garut. Ayu membantu Arman memilihkan bunga potong dan membawanya ke rumah ibu Tini untuk difoto. Namun karena pada hari itu kamera digital milik Ibu Tini tertinggal di kampus, maka terpaksa pembuatan foto ditunda. Ayu pun rela pergi ke kampus pada hari itu juga untuk menggambil kamera Ibu Tini dan menitipkannya kepada Pak Satrija di Stasiun Bogor. Padahal pada sore harinya Ayu, Arman dan beberapa orang rekan-rekannya di UKM Pramuka sudah berencana akan pergi ke Pekan Raya Jakarta (PRJ).
Arman lalu pulang kembali ke kostannya, sedangkan Ayu langsung menunju ke kampus untuk mengambil kamera Bu Tini. Mereka berdua dan rekan-rekannya yang lain berencana akan bertemu di stasiun bogor sore hari nanti untuk bersama pergi ke PRJ.
Siang hari berlalu dengan sangat cepat. Begitu sampai di kostannya, Arman segera bersiap-siap untuk berangkat ke Jakarta. Begitu juga dengan Ayu. Sesampainya di Stasiun Bogor, Arman terkejut melihat Ayu, Pak Satrija dan anaknya yang bernama Rinda sudah tiba di sana lebih dulu.
“Assalammualaikum pak,” sahut Arman.
“Waalaikum salam, kamu mau kemana Man ?” Tanya pak Satrija.
“Ke PRJ pak, barang sama Ayu dan anak-anak. Bapak sama Rinda mau ikut kami ke PRJ ?,” Tanya Arman yang masih tampak keheranan.
“Oh nggak, tak kirain kamu mau pulang ke Jakarta. Saya cuma mau ambil kamera ibu Tini yang dititipin ke Ayu.” Jawab Pak Satrija yang juga suami dari Ibu Tini dan sama-sama bekerja sebagai dosen dan membina UKM Pramuka.
“Trus bikin fotonyanya gimana ?” lanjut Pak Satrija.
“Oh kalo yang itu nanti Kiki yang bikin Pak. Besok dia yang akan datang ke rumah Bapak untuk mengambil foto hidrogel dan bunga potong di rumah Bapak. Nanti Kiki saya hubungi Pak.” Jawab Arman menjelaskan.
“Oh ya sudah kalo begitu. Saya pulang duluan ya, hati-hati di jalan.” Ucap Pak Satrija dan dia akhirnya pulang bersama Rinda putri keduanya, meninggalkan Arman dan Ayu di Stasiun Bogor menunggu rekan-rekannya yang lain.
Tak lama kemudian, Yadi, Suryo, Usin, Mala dan Lia tiba.
“Loh, si Firman mana katanya mau ikut, nggak jadi ? tanya Ayu.”
“Wah nggak tau tuh, kayaknya dia lagi mau persiapan pulang ke Palembang.” Sahut Suryo. Kemudian mereka langsung membeli tiket KRL kelas ekonomi tujuan stasiun Jakarta Kota. Sebelum ke PRJ, mereka akan mampir dulu ke rumah Usin yang dekat dengan arena PRJ. Setelah pulang dari PRJ, mereka juga akan menginap semalam di rumah Usin.
Sementara itu keesokan paginya Kiki datang ke rumah Ibu Tini langsung dari tempat prakteknnya di Kecamatan Sukajaya daerah Bogor Selatan, tepat di kaki Gunung Salak. Bersama Ibu Tini mereka Kiki menyulap desain interior rumah Ibu Tini menjadi kelihatan rapi dan indah di dalam foto. Foto-foto tersebut akan digunakan untuk melengkapi poster dan keperluan dekorasi stand pameran nanti di LIMTN XVII yang akan berlangsung empat minggu lagi.
Kemudian untuk pembuatan posternya, Arman meminta tolong kepada teman sekostannya yang bernama Imron untuk mendesain posternya sesuai dengan konsep yang diberikan oleh Kiki dan Pipit. Sesekali Kiki juga izin dari tempat praktek lapangnya untuk pulang ke kostan dan membuat desain slide presentasi, serta mengikuti rapat persiapan lomba di gedung rektorat kampus.
Alhamdulillah, akhirnya semua persiapan yang diperlukan untuk lomba telah selesai dikerjakan. Firman sudah datang dari Palembang, Kiki dan Pipit juga sudah izin untuk tidak mengikuti kegiatan praktek lapang selama dua minggu. Tinggal dua hari lagi waktu yang tersedia untuk mereka berlatih melakukan presentasi dan menyiapkan materi pameran sebelum mengikuti LIMTN XVII di Bandung.

* * *

Pukul 06.00 WIB seluruh mahasiswa anggota tim kontingen Bogor diminta untuk sudah hadir di pelataran parkir Gedung Wisuda, untuk kemudian berangkat bersama-sama ke Bandung. Arman tiba tepat pukul 06.00, namun ternyata di tempat itu masih sepi dan busnya juga belum datang. Hanya pak Herman dan beberapa orang peserta serta anggota Badan Eksekutif Mahasiswa yang sudah datang. Tak lama kemudian satu persatu para peserta datang dengan membawa peralatan tempur mereka masing-masing, yaitu poster dan maket atau desain karya ilmiah mereka. Kiki, Pipit dan Firman juga datang.
“Wah kayaknya Firman nggak mandi dulu nih.” Ledek Arman kepada Firman yang baru saja datang dengan rambut terlihat klimis seperti habis disiram air, sambil memakan gorengan sebagai sarapan pagi.
“Waaa…. Jangan kencang-kencang dong ngomongnya !!! tau aja kalo saya belum mandi heeee….. Tapi nggak keliatan kan kalo saya belum mandi ?.” Tanya Firman kepada Arman, Kiki dan Pipit.
“Tenang aja Man, nggak keliatan kok kalo kamu belum mandi. Oia gimana hidrogel yang di rumah Bu Tini jadi dibawa nggak ?, sudah diambil belum ?.” Sahut Kiki yang kemudian balik bertanya.
“Gimana mas Arman, jadi dibawa nggak hidrogelnya ?. Semalam saya, sama mas Yadi, Suryo, Mala dan Lia datang ke rumah Bu Tini untuk mengambil Hirogelnya. Trus waktu tadi saya mau berangkat juga sudah di Packing kok sama Mas Yadi. Kalo jadi kita bawa ke Bandung, telpon aja Mas Yadi sekarang, suruh dia bawa hidrogelnya ke sini !.” Jawab Firman untuk memastikan.
“Ya jadi lah…, itu kan barang yang mau kita pamerkan di stand pameran selain poster. Oke, sekarang kamu telepon Yadi, bilang cepetan datang kesini. Suruh naik ojek.” Seru Arman menyuruh Firman.
Tak lama kemudian Yadi datang. Dengan mata yang masih kemerahan karena habis bergadang semalam. Dia membawa vas bunga besar yang berisi hidrogel dan sebuah tanaman hias.
“Ini hidrogelnya, kalo nanti di sana ada yang mau beli dijual aja ya !.”
“Tenang aja Yad, rencana kita juga kayak gitu kok. Makasih banyak ya udah dianterin. Eh Mas Yadi, tolong fotoin kita berempat dong, buat kenang-kenangan nih sebelum berangkat ke Bandung,” minta Kiki kepada. Yadi
Yadi lalu memfoto Kiki, Pipit, Arman dan Firman yang merupakan Tim dari UKM Pramuka yang akan berlaga dalam ajang LIMTN XVII di Bandung. Setelah itu dia pulang kembali ke sekretariat UKM Pramuka yang sudah dijadikan sebagai tempat tinggalnya di Bogor selama setahun.
“Semoga sukses ya, jangan lupa oleh-olehnya buat anak-anak di sekretariat !”
“Iya, makasih, insyaallah nanti dibawain” jawab Arman.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30, namun mereka masih belum juga berangkat. Nampaknya mereka baru akan berangkat jika seluruh anggota kontingen sudah datang semua, agar tidak ada peserta yang tertinggal. Akhirnya tepat pada pukul 08.00, kontingen mahasiswa dari Bogor yang berjumlah seratus orang lebih ini berangkat juga ke Bandung. Mereka berangkat dengan menggunakan tiga buah bus pariwisata dan satu buah bus kampus. Diperkirakan waktu tempuh dari Bogor ke Bandung memerlukan waktu 3-4 jam. Hari itu juga mereka sudah harus check in di penginapan pada pukul 14.00, kemudian mengikuti technical meeting pada pukul 16.00.
Pukul 12.00 rombongan kontingen Bogor tiba di Sekolah Tinggi T di pinggiran kota Bandung yang menjadi panitia atau tuan rumah lomba yang diikuti oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia. Rombongan lalu sholat Zuhur di masjid kampus, kemudian menikmati makan siang yang sudah disiapkan oleh panitia. Sementara itu, Ibu Tuti dan Pak Rim melakukan registrasi untuk seluruh peserta kontingen Bogor secara kolektif.
Setelah itu rombongan masih harus menunggu lagi untuk masuk ke dalam kamar yang juga merupakan asrama bagi mahasiswa sekolah Tinggi T. Tak lama kemudian seluruh peserta dari Bogor ini dipersilahkan masuk, setiap kamar ditempati oleh 12 orang. Meskipun setiap peserta dari kontingen yang sama ditempatkan dalam kamar yang sama, namun Arman dan Firman tidak sekamar. Kamar mereka bersebelahan, sedangkan Kiki dan Pipit memperoleh kamar yang sama. Meskipun banyak tim yang anggotannya tidak sekamar dan banyak diantara mereka yang baru saling mengenal, namun mereka sangat akrab dengan sesama penghuni kamar yang juga satu kampus itu.
Setiap tim peserta juga memperoleh pendampingan oleh 1-2 orang panitia yang akan memandu setiap tim kontingen selama mengikuti kegiatan. Panitia yang bertugas sebagai pemandu tim ini disebut LO. Arman, Kiki, Pipit dan Firman juga didampingi oleh seorang LO. Dia bernama Phia, mahasiswi semester tiga sekolah Tinggi T yang berasal dari kota Pekalongan Jawa tengah.
Kontingen mahasiswa dari Bogor ini tidak berlama-lama di kamar. Setelah merapikan kamar, mereka segera membawa barang-barang yang akan dipamerkan ke ruang pameran. Mereka mendengar kabar bahwa penilaian stand pameran akan dimulai pada pukul 19.00, oleh karena itu mereka harus segera cepat menyiapkannya.
Kiki mengirim SMS ke Arman agar segera registrasi di ruang pameran serta menyerahkan ringkasan karya ilmiah dan disket presentasinya ke panitia. Kemudian Arman dan Firman segera menuju ke ruang pameran sambil membawa poster dan hidrogel yang akan dipamerkan. Tak lama kemudian Kiki dan Pipit juga menyusul untuk mendekorasi stand pameran.
“Wah kak Arman, stand pamerannya garing banget nih. Masak cuma hidrogel sama poster aja ?. Coba liat stand yang lain !, mereka sudah mendekorasi standnya dengan bagus.” Sahut Pipit memberikan saran kepada Arman.
“Iya-ya ?, ya sudah kita bagi tugas aja ?. Kiki, kamu nanti tetap ikut technical meeting. Pipit, coba cari bunga potong untuk menghias stand kita. Firman, tolong beli kertas untuk alas meja. Saya akan mengeprint warna foto-foto hidrogel yang kita buat di rumah ibu Tini, Oke ?.”
“Oke kak” jawab Kiki, Pipit dan Firman kompak. Mereka lalu bergegas untuk melakukan tugasnya masing-masing.
Arman kembali ke asrama untuk mengambil disket dan mengeprint gambar-gambar yang akan dipamerkan. Firman pergi keluar kampus mencari warung yang menjual barang-barang yang diperlukan untuk mendekorasi stand pameran. Pipit dibantu oleh anggota BEM yang bertugas untuk mengakomodir segala kebutuhan setiap tim kontingen Bogor pergi ke pusat kota bandung untuk membeli bunga potong (mawar). Sementara itu, Kiki mengikuti technical meeting untuk mengetahui jam berapa besok mereka akan melakukan presentasi dan bagaimana teknis penilaian pameran dan presentasi.
Novian yang juga merupakan ketua umum UKM Pramuka yang menggantikan Arman juga datang ke Bandung. Dia sempat bertemu dengan Kiki, Pipit, Arman dan Firman. Namun karena kesibukannya sebagai wartawan kampus yang bertugas meliput acara persiapan dan pembukaan kegiatan LIMTN XVII, ia tidak dapat membantu banyak persiapan Kiki dan kawan-kawan dalam mendekorasi stand pameran dan persiapan presentasi. Akan tetapi, kehadirannya di Bandung telah cukup memberikan semangat bagi Kiki, Pipit, Arman dan Firman yang tengah berjuang untuk meraih prestasi, mewakili UKM Pramuka dan kontingen Bogor.

* * *
Bagian 3

Sore pun tiba, persiapan pameran yang dilakukan oleh setiap tim peserta pun sudah hampir selesai. Stand-stand pameran itu dikelompokkan berdasarkan perguruan tinggi yang turut serta.
Kiki yang sudah selesai mengikuti technical meeting langsung menuju ke ruang pameran, bersama seorang wanita. Di ruang pameran, Arman, Pipit dan Firman sedang menghias stand pameran mereka.
“Gimana Ki hasil technical meetingnya ?”, tanya Arman.
“Kabar buruk nih, besok kita dapat giliran presentasi pertama di ruang A2, jam satu siang. Trus stand pameran ini harus sudah rapi sebelum jam delapan malam dan salah satu dari kita harus ada yang menjaga stand ini.”
“Wah, kok bisa dapet giliran pertama sih ?”
“Haaaa….. mana aku tau…….. Aku sudah bismillah berkali-kali supaya pas ambil undian nggak dapet yang giliran pertama. Eh nggak taunya malah dapet yang pertama, ‘selamat ya mbak’ kata panitia yang bikin undiannya. Trus gimana nih ?, slide presentasinya kan belum diedit ?.”
Firman dan Pipit terdiam dan menoleh ke Arman. Arman juga terdiam sejenak sambil berpikir.
Kemudian Kiki memecahkan keheningan sesaat tersebut dengan memperkenalkan seorang wanita yang juga seorang panitia. “Oh iya, kenalin nih Phia yang jadi LO kita dan akan memandu kita selama di sini.”
Arman yang semula terdiam karena berpikir mencari solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi itu langsung tersenyum.
“Arman. Kamu yang tadi siang telpon dan SMS saya ya ? sori, tadi saya sibuk banget jadi belum bisa ketemu kamu,” sahut arman sambil berjabat tangan. Kemudian Firman juga.
“Saya Firman, Wah kayaknya mbak nya ini tampang orang Jawa yah ?.”
“Loh kok tau sih ?” balas Phia yang agak sedikit terkejut.
“Iya tau lah. Saya ini kan orang yang baik hati, ramah dan suka menolong, he, he, he,……..” Jawab firman sambil tertawa. Arman lalu menyeletuk.
“Wah kayaknya orang Jawa sudah ekspansi sampai ke Bandung nih. Saya kira di bandung ini saya bakal ketemu sama orang sunda asli, eh malah orang Jawa melulu yang saya temuin.”
Pipit yang merasa tersinggung mendengar ucapan tersebut lalu balik meledek Arman. “Itulah kelebihan orang jawa kak Arman. Mereka bisa survive dimana aja. Daripada kak Arman…, ngaku orang Jawa tapi nggak bisa bahasa Jawa, huuu….”
“Iye-iye, sorry ye ? maklum lah. Aye pan lahir dan gede di Jakarte, jadi kagak bise ngomong Jawa. Tapi ngarti kok kalo orang Jawa lagi ngomong, he, he,he.” Balas Arman meminta maaf kepada Pipit.
Phia yang nampaknya sedang sibuk bertugas kemudian meminta izin untuk meninggalkan Kiki dan kawan-kawan. “Oia, mas-mas dan mbak-mbak, nanti kalo ada perlu apa-apa hubungi saya aja ya !, sudah tahu kan nomor HP saya ?. Telepon atau SMS aja !, saya siap membantu kalian. Tapi sekarang saya ada tugas lain, saya tinggal dulu ya ?. Jangan lupa nanti kalo mau makan langsung aja datang ke ruang makan, Ok ?”
“Oh iya-iya, makasih banyak ya Phi.” Sahut Kiki dengan tersenyum.
Keheningan dan wajah serius kembali tampak pada diri Kiki, Arman, Pipit dan Firman, sesaat setelah Phia meninggalkan mereka. Keheningan sesaat itu pun buyar setelah Arman memperoleh ide.
“Mmmm…Oke, kalo gitu kita atur lagi jadwal kita. Saya tau kalian semua pasti pengen jalan-jalan dan menikmati acaranya kan ?. Kalo begitu permasalahannya, sekarang cepat kita selesaikan dekorasi stand kita ini. Trus nanti habis makan malam kita cari ruang untuk presentasi kita besok. Kita copy file presentasinya ke komputer panitia, trus langsung kita edit di situ. Nggak apa kan malam ini kita nggak ikut acara malam penyambutan peserta ?. Kita gunakan malam ini untuk latihan presentasi. Besok, selesai acara pembukaan kita berjaga di stand pameran maksimal sampai jam 10.30. Habis itu kita langsung ke ruang presentasi untuk latihan lagi, gimana ?.”
“Ya udah kak Arman itu ide yang bagus, semoga kita dapat menyelesaikan tantangan ini. Setelah kita selesai presentasi besok kan kita sudah bisa bebas dan kita bisa jalan-jalan atau mengikuti acara-acara lain yang sudah disiapkan panitia tanpa beban. Istirahat yang cukup ya ! semoga besok kita diberi kemudahan, Amin.” Seru Kiki selaku ketua tim. Mereka berempat lalu meneruskan pekerjaannya dan berusaha menepati jadwal yang telah mereka sepakati bersama.
Selesai makan malam, Arman, Kiki dan Pipit datang ke ruang presentasi. Firman tidak ikut dan Arman juga tidak mengetahui ada dimana Firman saat itu, mungkin dia mengikuti acara malam penyambutan peserta lomba yang diisi dengan hiburan band. Mereka bertiga berhasil melobi panitia, sehingga dapat mengedit file presentasinya langsung dari komputer panitia. Mereka juga sempat latihan presentasi. Di ruangan tersebut. Kiki yang akan mewakili anggota timnya untuk presentasi berusaha menemukan tempo bicara yang sesuai dengan ketentuan dewan juri. Sementara itu, Arman yang akan mengoperasikan komputer besok berlatih untuk menyesuaikan pergantian slide presentasi dengan apa yang dipresentasikan oleh Kiki. Sedangkan Pipit mempelajari karya ilmiah yang telah disusun untuk mengantisipasi setiap pertanyaan yang akan disampaikan oleh dewan juri dan audiens. Setiap tim diberikan kesempatan untuk melakukan presentasi selama maksimal 15 menit dan tanya jawab selama 45 menit. Akhirnya pada pukul 23.00 mereka bertiga kembali ke asrama untuk tidur dan beristirahat.

* * *
Bagian 4

Keesokan paginya fajar mulai terbit dari ufuk timur. Kesejukan udara pagi kota Bandung yang dingin tidak menciutkan nyali para peserta untuk tetap bangun pagi-pagi sekali. Seusai sholat subuh baik secara berjamaah di masjid atau di dalam kamar, mereka semua langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Rupanya mereka tidak ingin kehabisan air untuk mandi pagi, karena di asrama itu sering kehabisan air. Selain itu juga acara pembukaan lomba oleh Menteri Pendidikan Nasional akan dimulai tepat pada pukul 08.00 pagi dan semua peserta dari setiap kontingen wajib mengikutinya.
Beruntung Arman dan Firman tidak kehabisan air, karena ada juga beberapa orang peserta yang kehabisan air sewaktu sabunan saat mandi. Setelah sarapan di ruang makan, mereka berdua segera menuju ke ruang pameran sambil membawa hidrogel dan bunga mawar yang akan dipamerkan di stand. Kiki dan Pipit belum datang, mungkin mereka berdua sedang sarapan dulu. Mereka berdua menginap di asrama putri yang letaknya cukup jauh dari asrama putra, bersama dengan peserta putri yang lainnya.
Ruang pameran masih terihat sepi, hanya ada beberapa tim peserta yang masih sibuk merapikan standnya. Biarpun demikian dewan juri rupanya sudah melakukan penilaian terhadap poster-poster yang dipamerkan. Salah seorang peserta yang juga kontingen dari Bogor memberitahukan kepada Arman bahwa, ini adalah kesempatan yang baik untuk meyakinkan karya ilmiah yang dipamerkan kepada dewan juri. Seandainya dewan juri ingin bertanya tentang karya ilmiah kita, kita bisa langsung menjelaskannya, sehingga peluang kita untuk menang bisa semakin besar. Untung saja Kiki dan Pipit segera datang, sehingga Arman menjadi sedikit lebih tenang karena tidak khawatir lagi jika dewan juri mengunjungi stand pamerannya.
Arman, Kiki, Pipit dan Firman lalu duduk di depan stand mereka. Benar juga. Tak lama kemudian dua orang dewan juri datang secara bergantian mengunjungi stand mereka. Dewan juri tersebut bertanya dan mengomentari poster dan hidrogel serta bunga potong yang dipamerkan itu. Rupanya kedua orang juri tersebut ingin melihat langsung hasil karya ilmiah yang akan dipresentasikan oleh tim-tim yang akan mereka nilai pada siang hari nanti. Untunglah Kiki dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kedua orang juri tersebut, meskipun ada beberapa pertanyaan yang belum bisa dijawab dan mungkin akan ditanyakan kembali saat presentasi nanti. Namun setidaknya mereka berempat tahu, kira-kira pertanyaan apa yang akan diajukan oleh dewan juri dan para audiens nanti sehingga mereka dapat mempersiapkan jawabannya.
Menurut buku panduan lomba, juri yang akan menilai stand pameran dan presentasi mereka ada tiga orang. Dua orang juri dari kalangan akademisi sudah menilai stand pameran, tinggal satu orang juri lagi yang berasal dari kalangan praktisi atau wirausaha yang belum menilainya. Mereka berempat menunggu sampai jam 08.30. Namun akhirnya mereka terpaksa keluar karena panitia menginginkan agar ruang pameran kosong dari siapapun. Ruang pameran tersebut akan ditinjau oleh bapak menteri setelah selesai membuka acara LIMTN XVII. Kiki, Pipit dan Arman segera mencari tempat duduk untuk mengikuti acara pembukaan. Lagi-lagi mereka terpisah dari Firman yang suka menghilang sendiri.
Acara pembukaan itu dihadiri dan dibuka oleh Bapak Menteri Pendidikan Nasional RI. Ini adalah pertama kalinya bagi Kiki, Arman, Pipit dan Firman dan mungkin juga peserta lainnya melihat dan bertemu dengan seorang menteri secara langsung yang biasanya hanya dapat mereka lihat di televisi.
Selesai membuka lomba, bapak menteri beserta para undangan langsung meninjau ruang pameran yang menampilkan poster dan hasil karya ilmiah para mahasiswa. Kiki, Pipit dan Arman segera masuk ke ruang pameran. Mereka bertiga menjaga standnya dan juga menjual hidrogel yang dibawanya dari Bogor kepada setiap orang yang mengunjungi stand mereka. Kemudian Pada pukul 10.30 mereka bertiga kembali ke asrama dan bersiap-siap untuk melakukan presentasi pada pukul 13.00 nanti.
Sesampainya di asrama Arman terkejut melihat Firman yang sedang tidur di kamarnya.
“Woooiiiiiii, bangun !. Tidur wae. Kemane aje ?, tadi kok dicariin nggak ada ?, ikut acara pembukaan nggak tadi ?.” Tanya Arman dengan nada sambil bercanda.
“Wah, nggak tau ya kalo saya tadi duduk paling depan di kursi undangan. Trus selesai acara pembukaan saya langsung balik ke kamar, abis saya ngantuk banget nih Mas Arman.”
“Mmm gitu. Ya udeh, sekarang cepetan ganti baju. Trus jangan lupa pake dasi !. Kita dapet giliran presentasi yang pertama jam satu nanti. Kiki sama Pipit sudah nunggu di sana untuk latihan presentasi terakhir.” Seru Arman kepada firman yang masih menggunakan kaos dan sarung serta rambutnya yang berantakan karena baru bangun tidur.
Kemudian mereka berdua segera merapikan diri sebaik mungkin mulai dari kepala hingga kaki dan mengenakan pakaian formal berdasi, lengkap dengan jas almamater berwarna biru kebanggaan mereka. Setelah siap, mereka berdua berfoto dulu sebelum keluar kamar dan berjuang meraih prestasi. Lalu keduanya berangkat menuju ruang presentasi. Firman yang berjalan sambil membawa bunga potong yang akan dijadikan contoh saat presentasi nanti menjadi perhatian orang-orang yang melihatnya. Dengan gayanya yang riang dan murah senyum dia dapat memikat siapa saja yang ditemuinya. Namun dibalik kerianganya tersebut masih terlihat wajah tegang Firman yang biasanya suka panik jika dihadapkan pada suatu masalah.
Arman dan Firman tiba lebih dahulu di ruang presentasi disusul Kiki dan Pipit yang datang tidak lama kemudian. Dua jam lagi mereka akan melakukan presentasi. Arman menghubungi panitia dan meminta izin menggunakan komputer untuk latihan presentasi. Mereka pun diizinkan untuk melakukan latihan presentasi. File presentasi yang belum selesai di edit semalam kembali di edit oleh Kiki. Arman juga mencoba berlatih lagi untuk menjadi operator komputer saat Kiki presentasi nanti. Sementara itu, Pipit juga masih sibuk belajar menyiapkan jawaban pertanyaan yang mungkin akan banyak diajukan, sedangkan Firman terlihat masih sangat tegang.

* * *
Bagian 5

Waktu menunjukkan pukul 12.00. Phia datang menemui Kiki dan teman-temannya yang sedang mempersiapkan diri untuk presentasi.
“Mbak Kiki, makan siang dulu, soalnya waktu makan siang hari ini dibatasi dari jam 11.00 – 13.00. Kalo nggak, nanti nggak kebagian makan siang”. Ajak Phia.
“Oia, makasih. Kayaknya kami nanti aja makannya, kalo kami sudah presentasi.” jawab Kiki.
“Ooo, ya udah kalo begitu. Sukses ya presentasinya, sekarang saya tinggal dulu, nanti saya kesini lagi”. Phia lalu pergi meninggalkan Kiki dan teman-temannya untuk melakukan tugas yang lain sebagi panitia.
Waktu terus berjalan dan waktu presentasi pun semakin dekat. Kiki terlihat masih mempelajari bahan yang akan dipresentasikan nanti, sedangkan Firman terlihat sangat tegang. Ia diam saja dari tadi. Arman berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang presentasi. Hanya Pipit saja yang terlihat ceria. Dia masih dapat tersenyum dan tertawa sambil meledek Arman, Pipit dan Firman.
Tak lama kemudian ketiga orang dewan juri di ruang presentasi itu datang. Namun audiensnya belum banyak yang datang. Di ruang itu hanya ada Kiki, Pipit, Arman dan Firman, serta dua orang peserta dari salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta dan juga dua orang panitia.
Walaupun belum banyak audiens yang hadir di ruangan itu, namun dewan juri tetap memerintahkan agar Kiki dan timnya untuk mempresentasikan karya ilmiahnya. Arman segera memposisikan diri sebagai operator komputer dan membuka slide presentasi. Sementara itu Kiki berdiri di depan sebagai presenter, sedangkan Pipit dan Firman duduk di meja panelis.
Presentasi pun dimulai. Kiki mempresentasikan karya ilmiahnya itu dengan memulainya dari latar belakang mereka melakukan penelitian, nama dan anggota tim peneliti, bahan dan metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta manfaat dan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Kiki berhasil menggunakan waktu 15 menit yang disediakan untuk melakukan presentasi dengan baik. Setelah itu dia bergabung duduk dengan Pipit dan Firman di meja panelis untuk mengikuti sesi tanya jawab oleh dewan juri dan audiens. Cukup banyak pertanyaan yang diajukan oleh dewan juri. Audiens yang semula sedikit kemudian bertambah banyak yang datang. Audiens yang bertanya kepada Kiki dan Timnya juga banyak. Alhamdulillah semua pertanyaan tersebut dapat dijawab sebisa mungkin oleh Kiki, Pipit dan Firman.
Sayangnya Arman tidak ikut membantu menjawab pertanyaan. Sebagai operator komputer, Arman mengira dirinya tidak bisa ikut membantu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh dewan juri dan audiens. Tapi ternyata, operator komputer dari tim-tim yang lain juga bisa ikut menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Biarpun demikian, Arman merasa bangga karena jawaban-jawaban pertanyaan disampaikan oleh rekan-rekannya cukup dapat memuaskan dewan juri dan audiens. Bahkan yang membuatnya terkejut adalah, bahwa Firman ternyata juga cukup menguasai karya ilmiah yang dipresentasikan oleh Kiki. Hal itu ditunjukkan dengan keberaniannya dalam menjawab pertanyaan dari beberapa audiens dengan tenang.
Akhirnya satu jam presentasi dan tanya jawab yang dipenuhi dengan perasaan tegang itu sirna setelah dewan juri mencukupkan sesi presentasi dari tim pertama. Tepukan tangan dari para audiens langsung mencairkan ketegangan pertama di ruangan tersebut. Kiki, Arman, Pipit dan Firman merasakan seperti baru keluar dari penjara setelah mendengar tepuk tangan dari para audiens. Semua beban serasa telah hilang. Kini mereka tinggal menunggu apakah mereka akan keluar sebagai pemenang dalam lomba dan presentasi karya ilmiah tadi. Namun karena banyaknya tim yang melakukan presentasi, mereka berempat tetap harus menghadiri presentasi yang dilakukan oleh tim-tim lain dari berbagai kontingen peserta selama dua hari berturut-turut. Salah satu dari mereka juga diharuskan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lain seperti seminar-seminar yang sudah disiapkan oleh panitia.
Kegiatan presentasi pada hari itu dilakukan secara maraton dari siang hingga jam sembilan malam. Sementara itu, diluar acara presentasi, panitia juga mengadakan acara panggung hiburan, bazar dan pameran. Semuanya itu ditujukan untuk menghibur para peserta yang berasal dari seluruh tanah air di Indonesia.
Arman, Kiki, Pipit dan Firman sangat menikmati betul acara-acara yang disuguhkan oleh panitia. Betapa tidak, selama kegiatan berlangsung mereka semua memperoleh akomodasi gratis, mulai dari kaos kegiatan, tas, topi, sandal, kamar tidur, transportasi serta pelayanan makanan yang enak-enak dan berlimpah seperti di hotel. Semuanya gratis, bahkan mereka dan semua anggota kontingen juga mendapatkan uang saku dari pihak rektorat yang jumlahnya lebih dari cukup. Ini seperti mimpi saja, karena mereka berempat belum pernah merasasakan kenikmatan yang seperti ini.
Berlimpahnya makanan-makanan enak yang disediakan panitia untuk seluruh peserta membuat Firman berkomentar,
“Mas Arman, kayaknya saya sudah nggak nafsu makan lagi nih di sini”.
“Lho, emangnya kenapa.”
“Ya coba aja liat. Pagi kita sarapan ambil sendiri dan tinggal milih mau makan apa. Begitu juga kalo makan siang dan makan malam. Belum sempat semua makanan itu dicerna sama perut, eh pas ikut kegiatan seperti presentasi dan seminar, kita dikasih lagi makanan snack. Mana snacknya itu kue-kue yang berkarbohidrat tinggi lagi, alias snack berat yang mengenyangkan.”
“Bener juga yah ?. Sama nih, saya juga sudah nggak nafsu makan lagi. Makanannya enak-enak banget, tapi sayang daya tampung perut kita terbatas”. Komentar Arman yang juga memiliki perasaan yang sama dengan Firman. Kemudian Firman melanjutkan keluhannya.
“Wah, kalo begini terus…. kayaknya cacing-cacing di perut kita lagi pada berpesta nih, he, he, he, he……”
Keduanya lalu tertawa terbahak-bahak.
Acara presentasi karya ilmiah dilanjutkan pada hari berikutnya. Setiap tim yang sudah melakukan presentasi di hari kemarin juga wajibkan hadir. Bahkan ada juga beberapa perguruan tinggi yang mengerahkan seluruh anggota tim kontingennya untuk memberikan semangat kepada setiap rekan-rekannya yang sedang melakukan presentasi. Keadaan itu nampaknya telah menimbulkan perang urat syaraf diantara para pendukung dari setiap perguruan tinggi tersebut. Mereka berusaha saling mematahkan argumentasi dari setiap karya ilmiah yang dipresentasikan dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan yang sulit dijawab oleh panelis. Namun keadaan itu tidak membuat para pendukung saling gontok-gontokan, seperti jika kita menonton pertandingan sepak bola yang sering diwarnai dengan kerusuhan antar suporter. Mereka semua dapat menahan diri, karena mereka adalah kalangan akademisi yang selalu mengedepankan nalar dan logika daripada emosi.
Setelah mengikuti semua presentasi karya ilmiah yang berakhir pada sore hari, Arman, Firman, Kiki, Pipit dan ditemani dengan Phia melihat-lihat pameran poster non ilmiah, lomba foto dan karikatur yang dipajang di dekat ruang presentasi. Lalu mengikuti kegiatan seminar tentang kewirausahaan. Mereka juga sempat memanfaatkan fasilitas internet gratis yang disediakan oleh panitia. Malam harinya, mereka berempat diajak Phia untuk menonton film terbaru yang berjudul ‘Shrek’ di gedung auditorium kampus. Biarpun nonton filmnya di gedung auditorim kampus, namun suasana di dalamnya seperti di gedung bioskop sungguhan, dengan layar yang lebar, ruangan yang gelap dan kursi penonton disusun bertingkat dari bawah ke atas. Namun mereka tidak menonton film tersebut sampai selesai. Mereka lalu berpindah ke panggung hiburan untuk menonton teater dimana Phia adalah salah satu pemerannya. Lagi-lagi Firman sudah ada di depan panggung melihat pertunjukan teater. Rupanya Firman yang sudah pernah menonton film ‘Shrek’ diam-diam telah meninggalkan Arman, Kiki dan Pipit saat menonton film tadi.
“Ck, Ck, ck, si Firman ini benar-benar anak yang gila musik dan kesenian,” sahut Arman di dalam hatinya.
Selain menonton panggung pada malam itu, Kiki, Pipit dan Arman juga mengunjugi bazar yang tidak jauh dari panggung hiburan. Mereka melihat-lihat barang yang sekiranya dapat dijadikan oleh-oleh untuk pembina dan teman-teman mereka di Bogor. Namun mereka hanya akan membelinya pada hari terakhir kegiatan, sebelum mereka pulang kembali ke Bogor.

* * *
Bagian 6

Hari keempat LIMTN XVII di Bandung akan disisi dengan kegiatan wisata keliling Bandung. Semua peserta sangat bersuka ria, karena malam harinya nanti adalah malam penutupan dan mereka dapat mengetahui tim-tim mana saja yang akan keluar sebagai pemenang. Pagi-pagi sekali mereka sudah bangun tidur agar tidak tertinggal bus. Ada tiga rute wisata yang dapat dipilih oleh setiap peserta yaitu keliling di dalam kota Bandung, mengunjungi tempat-tempat wisata di Bandung Utara atau Bandung Selatan. Di dalam kota Bandung, peserta akan diajak mengunjungi Museum Geologi Bandung, Gedung Konfrensi Asia Afrika, Factory Outlet dan Pasar Cihampelas. Di Bandung Utara, peserta akan mengunjungi Gunung Tangkuban Perahu, Lembang dan Pasar Cihampelas. Sedangkan untuk rute wisata di Bandung Selatan, peserta akan diajak ke Danau Situ Patenggang, Perkebunan strawberi, dan Pusat Sepatu Kulit Cibaduyut. Ketiga rute tersebut juga akan mampir di Gedung Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) di komplek kampus ITB untuk melihat Pameran Teknologi dan Pendidikan yang juga merupakan bagian dari kegiatan LIMTN XVII.
Namun sangat disayangkan, peserta tour wisata ini dibatasi. Hanya peserta yang sudah mendaftar saja yang dapat ikut. Beruntung Arman dan Firman sudah terdaftar sebagai peserta tour. Mereka berdua sudah didaftarkan oleh Iba, rekannya yang juga dari kontingen Bogor. Firman sebenarnya ingin sekali berwisata ke Bandung Utara, namun ia tidak dapat bertukar tempat, sedangkan Kiki dan Pipit belum terdaftar sebagai peserta tour. Tapi untunglah ketua kontingen Bogor yaitu Pak Hadi, dan Pak Rim telah menyewa satu buah bus wisata sendiri untuk peserta dari kontingen Bogor yang belum terdaftar mengikuti tour. Dengan demikian seluruh peserta dari kontingen Bogor dapat mengikuti acara tour wisata tersebut. Kiki dan Pipit pun akhirnya dapat mengikuti tour wisata ke Bandung Selatan bersama anggota kontingen Bogor yang lainnya. Hanya sebagian kecil peserta dari kontingen Bogor yang mengikuti tour wisata ke daerah Bandung Kota dan Bandung Utara.
Sebelum berangkat ke tempat-tempat wisata, sempat terjadi miss koordinasi diantara panitia dan peserta. Peserta yang sudah masuk ke dalam bus dan siap untuk berangkat, ternyata harus turun lagi agar sarapan pagi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan panitia agar menu catering yang sudah disiapkan untuk sarapan pagi oleh panitia tidak mubazir. Akhirnya dengan terpaksa, hampir seluruh peserta turun dari bus dan menuju ke ruang makan untuk sarapan pagi. Setelah itu semua peserta berangkat ke tempat-tempat wisata di kota dan daerah Bandung dengan menggunakan sepuluh bus pariwisata di setiap rutenya dan tiga orang panitia pemandu di dalam setiap busnya.
Tempat wisata yang dikunjungi oleh Arman, Firman dan rombongan peserta yang lainnya adalah Gedung Asia Afrika. Selama satu jam peserta dapat menyaksikan potret sejarah perjalanan bangsa Indonesia dan memasuki ruang bersejarah yang pernah digunakan untuk melaksanakan Konferensi Asia Afrika pertama kali. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Museum Geologi Bandung. Di sini peserta dapat menambah pengetahuan tentang ilmu geologi (batu-batuan di bumi) dan menyaksikan keindahan serta kekayaan alam Indonesia melalui sebuah film dokumenter. Peserta juga dapat melihat kerangka fosil dinosaurus dan hewan-hewan purba lainnya. Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Factory Outlet (FO) yang cukup terkenal di kota Bandung. Di FO ini peserta dapat membeli beraneka pakaian dengan kualitas ekspor atau impor. Namun beberapa peserta nampaknya kurang begitu menikmati saat berkunjung ke FO, termasuk Arman dan Firman. Hal ini karena mereka tidak ingin membeli barang-barang di FO, harga barang-barangnya terlalu mahal menurut mereka. Mereka sebenarnya ingin segera pergi ke tempat wisata lainnya yang lebih seru.
Setelah beristirahat, sholat dan makan siang di kompleks Masjid Pusat Dakwah Islam Kota Bandung, Arman, Firman dan peserta tour lainnya menuju ke lokasi pameran teknologi dan pendidikan di Gedung Sabuga kampus ITB. Di sini peserta dapat menyaksikan hasil karya ilmiah dari para mahasiswa seperti robot yang bisa mematikan api di, maket cara pembuatan biogas dengan menggunakan limbah ternak dan lain sebagainya. Peserta juga dapat mengikuti kuis yang diadakan oleh setiap stand. Kemudian perjalanan terakhir dilanjutkan ke pasar Cihampelas, dimana banyak terdapat penjual celana jeans dengan harga murah namun berkualitas. Waktu yang disediakan panitia cukup lama di sini, sehingga banyak diantara peserta yang berbelanja atau hanya sekedar berjalan-jalan saja.
Sementara itu, perjalanan wisata Kiki dan Pipit ke Bandung Selatan tidak kalah serunya. Sepanjang perjalanan sangat menyenangkan sekali, karena mereka satu bus dengan sesama mahasiswa dari Bogor. Tempat pertama yang dikunjungi adalah danau Situ Patenggang, tempat wisata alam yang sejuk dengan panorama alamnya yang indah. Di sini peserta melakukan treking menyusuri hutan sambil menikmati keindahan alam, setelah itu mengelilingi danau dengan perahu. Di pinggir danau tersebut peserta juga dapat berkunjung ke lokasi “batu cinta,” yaitu suatu tempat yang dipercaya oleh penduduk setempat akan dapat mengabulkan permohonan cinta seseorang. Kemudian, peserta diajak mengunjungi kebun buah strawbery yang tidak jauh dari tempat tersebut. Di kebun buah tersebut, setiap peserta dapat memetik sendiri buah strawbery dan memakannya langsung tanpa harus membayar, atau dapat juga membeli bibit tanaman buah strawbery.
Setelah beristirahat, sholat dan makan siang dengan dengan hidangan ikan gurame bakar dan ayam panggang, rombongan peserta mengunjungi pusat kerajinan sepatu kulit di daerah Cibaduyut Bandung.
Seluruh peserta tour terlihat sangat senang, karena ini adalah hari terakhir mereka berada di Bandung. Keesokan paginya mereka sudah harus kembali ke daerah asalnya. Terlihat cukup banyak peserta yang semula belum saling mengenal dan sempat bersitegang saat sesi tanya jawab di presentasi karya ilmiah, kini menjadi lebih akrab selama mengikuti kegiatan tour. Diantara peserta juga tidak ada yang melewatkan kesempatan untuk memborong banyak oleh-oleh khas Bandung untuk dibawa pulang ke daerahnya. Mereka yang melakukan aksi borong oleh-oleh ini umumnya berasal dari daerah-daerah di luar Jawa Barat dengan menggunakan uang saku yang dimilikinya.

* * *
Bagian 7

Sore hari seluruh peserta tour sudah tiba kembali di Asrama. Asrama yang selama siang hari tadi sepi karena ditinggal penghuninya, kini sudah ramai kembali. Seluruh peserta kini tampak sudah membersihkan diri untuk bersiap-siap mengikuti acara malam penutupan LIMTN XVII yang sudah berlangsung hampir sepekan.
Acara malam penutupan diawali dengan jamuan makan malam di lapangan depan gedung serba guna. Beraneka macam menu menu makanan spesial, seperti es krim, puding, es buah, coktail, somay bandung, bakso spesial, aneka kue dan lain sebagainya disajikan khusus bagi para peserta lomba yang telah berjuang mewakili kontingennya untuk berkarya dan berprestasi dibidang ilmiah. Para peserta juga di hibur dengan pemutaran film tentang kegiatan-kegiatan lomba ilmiah yang berhasil direkam oleh panitia. Sambil menikmati makan malam peserta juga dihibur dengah alunan lagu-lagu nasyid dari grup nasyid terkenal asal kota Bandung yaitu The Fikr dan penyanyi pop lainnya.
Arman yang baru saja keluar dari kamar kaget melihat jamuan makan malam mewah yang sudah disiapkan oleh panitia tersebut. Dalam hatinya ia berkata “wah, wah, wah….. saya dan teman-teman benar-benar di service abis nih disini. Ini benar-benar mimpi. Rugi nih kalo pulang dari sini berat badan saya nggak naik.” Ia lalu segera bergabung ke antrean peserta yang bebaris untuk mengambil makanan. Saat ia menikmati makanan pertamanya, bakso spesial, ia melihat Kiki dan Pipit yang baru saja datang. Setelah menghabiskan semangkok bakso tersebut, Arman menghampiri Kiki dan Pipit.
“Hey sudah pada tawaf belum alias keliling sambil mencicipi semua makanan disini ?.”
“Wah, wah rupanya niat kita sama neh, kita juga berencana mau thawaf” sahut Kiki sambil tertawa, kemudian pipit bertanya.
“Firman mana Kak ?.”
“Oh, Firman. Tuh dia lagi duduk paling depan sambil makan,” jawab Arman menunjuk ke arah Panggung. Lalu mereka bertiga berkeliling lapangan mencoba semua makanan yang disajikan.
“Puas-puasin makannya, jarang-jarang nih kita makan kayak begini.” Sahut Arman kepada Kiki dan Pipit.
“Iye-iye” balas Kiki.
Kemudian arman meledek Pipit,
“Wah, Pit. Kayaknya kamu besok harus siap-siap untuk bangun dari mimpi ini. Bersiap untuk untuk kembali ke kehidupan nyata kamu. Kuliah Kerja Praktek di desa yang sangat terpencil, di daerah cibinong, jauh dari keramaian dan pasar, nggak ada TV, nggak ada sinyal HP, bahkan harus mandi di sungai. Kamu sudah siap untuk itu semua ?, he, he, he…..”
“Udah deh kak, jangan ungkit-ungkit masalah itu. Kita nikmati aja yang ada di sini sekarang.” Balas pipit dengan suara agak tinggi namun masih tetap tersenyum.
“Ya…., kalo saya sih nggak apa-apa. Cuma saya prihatin aja sama kamu yang mungkin akan shock berat setelah pulang dari sini.” Sahut arman melanjutkan ledekannya yang sangat dalam itu.
Kiki yang mendengar percakapan itu tertawa geli. Ia lalu berusaha menenangkan Pipit
“Sabar Pit, kita ini senasib kok, cuma nasib ku di tempat praktek masih lebih baik daripada kamu, he, he, he. Oia, kapan nih kita mau beli oleh-oleh buat temen-temen di sanggar dan juga buat Bu Tini sama Pak Satrija ?. Trus kita mau kita kasih kenang-kenangan apa nih buat Phia yang sudah banyak bantu kita di sini ?,” tanya Kiki kepada Arman dan Pipit.
“Oh iya, nanti setelah acara penutupan selesai. Biasanya kalo hari terakhir harganya sudah murah. Teman-teman di sanggar kita beliin aja gantungan kunci, trus buat bu Tini jam weker. Kalo untuk Phia kita kasih aja hidrogel dan vas bunga yang kita bawa aja, kan lumayan tuh bisa dipake Phia untuk menghias kamar kostnya, gimana ?.” Jawab Arman memberikan saran kepada Kiki.
“Wah boleh juga tuh usulnya. Oke deh, ntar ya. Tapi harus cepet kak, soal aku lihat di bazar barang-barangnya sudah mau habis. Nanti Phia tak SMS.” Sahut Kiki yang setuju sambil mengingatkan Arman dan Pipit. Mereka lalu melanjutkan thawafnya sambil menikmati aneka hidangan yang disajikan.

* * *
Bagian 8

Malam semakin larut. Para peserta nampaknya sudah banyak yang kekenyangan. Arman yang kini sedang menikmati kolak pisang sambil duduk bersama Firman di depan panggung diminta untuk segera masuk ke dalam gedung serba guna oleh rekan-rekan anggota kontingen Bogor, karena acara utama penutupan akan segera dimulai.
Setelah menghabiskan kolak tersebut, mereka berdua segera menuju ke gedung serba guna. Betapa kagetnya Arman pada saat memasuki gedung, karena setiap peserta yang masuk diberi snack lagi oleh panitia berupa satu bungkus Dunkin Donuts dan segelas aqua.
“Waduh Fir, kayaknya perut saya sudah nggak muat kalo dikasih snack lagi” sahut Arman kepada Firman.
“Iya, saya juga nih mas. Mungkin sponsor acara ini banyak kali ya, jadinya makanan berlimpah kayak begini,” ucap Firman tersenyum sambil mengelus-elus perutnya.
Acara penutupan di dalam gedung tersebut diawali dengan pertunjukkan kesenian rampak gendang yang diperagakan oleh para mahasiswa dari Sekolah Tinggi T. Selanjutnya acara sambutan dari ketua pelaksana dan juga oleh Bapak Dirjen Dikti. Kemudian acara yang paling ditunggu-tunggu oleh para peserta, yaitu pengumuman pemenang.
Ketua umum dewan juri mulai membacakan hasil lomba, namun para peserta tidak mengetahui dari mana ketua umum dewan juri tersebut berbicara. Di atas panggung tidak ada seorang pun yang membacakan hasil lomba. Kemudian dua buah layar lebar yang dipasang di sisi kiri dan kanan panggung memperlihatkan gambar sang ketua umum dewan juri yang sedang membacakan hasil lomba sambil duduk ditengah-tengah pemain gamelan.
Para peserta tampak tegang menunggu hasil pengumuman pemenang. Suasana di dalam gedung yang semula hening sesaat setelah dewan juri mulai membacakan hasil lomba berubah menjadi gemuruh tepuk tangan.
Hasil lomba yang pertama diumumkan adalah presentasi. Dengan sabar para peserta mendengarkan pengumuman itu dengan seksama. Kemudian pada saat pengumuman prasentasi lomba penulisan ilmiah, Arman, Kiki, Firman dan Pipit berharap untuk menang. Namun rupanya mereka belum beruntung. Mereka gagal di presentasi, sedangkan rekan-rekan mereka dari kontingen Bogor juga banyak yang menang dipresentasi. Kini mereka hanya bisa berharap agar posternya bisa menang.
Tak lama kemudian, ketua umum dewan juri mengumumkan pemenang poster. Suasana tegang masih tampak terlihat di wajah para peserta. Tak terkecuali Arman, Kiki, Pipit dan Firman, yang kemudian kaget karena tidak percaya setelah mendengar judul tulisan ilmiah mereka disebutkan berhasil memenangi lomba poster. Kiki yang merupakan ketua tim penulisan ilmiah dari UKM Pramuka dan masih tidak percaya jika menang langsung naik ke atas panggung.
Layaknya pengumuman piala Oscar di Hollywood. Setelah pembacaan pengumuman pemenang di setiap kategori lomba oleh ketua umum dewan juri, setiap ketua tim diminta untuk segera naik ke atas panggung untuk menerima piagam dan difoto. Rekan-rekan yang duduk disamping para pemenang juga memberikan salam dan ucapan selamat. Arman yang tidak menyangka bahwa poster buatan timnya berhasil meraih penghargaan setara perak itu, juga langsung maju ke depan panggung untuk mengabadikan gambar Kiki pada saat menerima piagam dan hadiah untuk dokumentasi dan kenang-kenangan. Senyum kebahagiaan dan kemenangan pun langsung tercurah dari wajah para pemenang setelah mereka menerima piagam penghargaan.
“Selamat ya Ki, akhirnya semangat, kreatifitas, kerjasama dan kerja keras kita tidak sia-sia, saya bener-bener nggak nyangka loh kita bisa menang” ucap Arman memberikan selamat kepada Kiki sesaat setelah turun dari atas panggung.
“Sama-sama kak Arman, ini juga berkat kerja keras anda.” Balas Kiki. Kemudian pipit datang memeluk kiki “Selamat ya Kiiiii.” Begitu juga Firman yang datang menghampiri Kiki, “Wah mbak, selamat ya. Bener loh, saya nggak nyangka kita bisa menang. Padahal tadi saya sudah pesimis kita bisa menang.” Phia yang sudah banyak membantu Kiki dan kawan-kawan juga mengucapkan selamat.
“Selamat ya mbak Kiki, mbak Pipit, mas Arman dan mas Firman.”
“Alhamdulillah…..doa ku terjawab sudah,” jawab Kiki bersyukur. Kemudian Arman mengingatkan Kiki “jangan lupa Ki ! segera beritahukan kabar gembira ini ke Bu Tini dan Pak Satrija.”
“Iya kak, ini baru saya mau kirim kabar gembiranya lewat SMS.” Sahut Kiki.
Sorakan kemenangan, tangis kebahagian dan tepuk tangan terus menggema mengucapkan selamat kepada para pemenang. Bahkan sorakan dan tepukan tangan tersebut kini dapat diketahui asalnya, karena ada beberapa perguruan tinggi dengan jumlah kontingen yang paling banyak seperti Bogor, Malang dan Yogyakarta saling bersaing mengumpulkan medali. Jika ada anggota kontingen mereka yang keluar sebagai pemenang, maka seluruh anggota kontingen di kubu tersebut langsung berdiri dan bersorak sambil bertepuk tangan memberi selamat kepada pemenang dari kontingen mereka.
Setiap tim peserta yang menang di presentasi akan memperoleh piagam setara medali emas dan hadiah uang sebesar Rp 1,5 juta rupiah, sedangkan yang menang di lomba poster juga akan memperoleh piagam setara perak dan hadiah uang sebesar Rp 1 juta rupiah yang bisa langsung diambil setelah selesai acara penutupan. Kontingen yang paling banyak mengumpulkan medali atau juara umum juga akan berhak membawa pulang piala bergilir Adikarya yang baru pertama kali diperebutkan.
Akhirnya tibalah waktu yang ditunggu-tunggu, yaitu pengumunan juara umum. Tampak dari pengumuman pemenang-pemenang lomba yang disebutkan tadi terdapat tiga perguruan tinggi yang bersaing ketat dalam mengumpulkan medali. Suasana gedung sesaat menjadi tenang, namun kemudian menjadi riuh kembali oleh sorakan kemenangan dari salah satu kontingen. Kontingen Bogor kembali keluar sebagai juara umum, dengan selisih satu medali emas di atas kontingen Malang dan berhak atas piala bergilir Adikarya.
Rasa haru, bangga, dan kebahagian dan terpancar di setiap wajah anggota kontingen Bogor. Diiringi alunan musik tradisional, secara spontan mereka lalu menari-nari dengan penuh riang, mengekspresikan kegembiraannya.
Rasa sedih tersirat di wajah anggota kontingen Malang yang duduk di sisi kiri panggung berseberangan dengan kontingen Bogor yang duduk di sisi kanan panggung. Hanya karena selisisih satu medali emas di bawah kontingen Bogor, membuat mereka harus bersabar untuk meraih piala bergilir Adikarya yang kembali akan diperebutkan pada tahun depan di Universitas A kota Padang Sumatera Barat.
Sikap sportifitas ditunjukkan oleh Kontingen Yogyakarta. Mereka yang tahun lalu keluar sebagai Runer Up harus puas menempati tempat ketiga. Sebelum meninggalkan gedung, para anggota kontingen Yogya memberikan selamat kepada para anggota kontingen Bogor. Dengan wajah berusaha tegar menerima kekalahan, mereka bertekad akan membalas kekalahannya tersebut pada tahun depan.
Acara malam penutupan itu pun diakhiri dengan penyerahan piala bergilir kepada Kontingen Bogor sebagai juara umum. Setelah itu para hadirin dihibur dengan tarian daerah khas Sumatera Barat, sebagai pertanda bahwa Lomba Ilmiah Mahasiswa Nasional XVIII tahun depan akan digelar di universitas A kota Padang Sumatera Barat.
Setelah acara selesai, para peserta tidak melewatkan kesempatan untuk berfoto bersama dengan latar belakang panggung acara penutupan. Kontingen Bogor tampak yang paling bersuka cita dalam berfoto-foto untuk mengenang moment indah tersebut. Ada yang berfoto disamping gambar maskot lomba yaitu kang-IT dan ada juga berfoto bergantian sambil memegang piala bergilir. Kiki, Arman, Pipit dan Firman juga berkesempatan untuk berfoto bersama Pak Hadi selaku wakil rektor III yang juga sebagai ketua kontingen bogor sambil memegang piala bergilir Adikarya itu. Wajah ceria dan senyum kegembiraan terpancar dari wajah Kiki, Arman, Pipit dan Arman saat berfoto bersama tersebut. Moment itu adalah saat-saat terindah dengan penuh kebanggaan yang pernah dialami oleh mereka.
Tahun depan LIMTN XVIII akan diadakan di universitas A kota Padang Sumatera Barat. Bagi para mahasiswa yang mengikuti lomba ini di Bandung, tentu saja ingin mengikutinya kembali. Namun mereka kembali harus membuat proposal penulisan ilmiah atau program yang kreatif ke panitia lomba. Akan tetapi, bagi mahasiswa tingkat akhir yang turut serta, LIMTN XVII di kota Bandung ini adalah yang terakhir kalinya. Tahun depan status mereka sudah bukan mahasiswa, karena mungkin sudah lulus, sehingga tidak bisa ikut lagi.

* * *
Bagian 9

Malam semakin larut. Para peserta sudah banyak yang meninggalkan gedung serba guna. Ada yang langsung masuk ke kamar asrama untuk membereskan barang-barangnya sebelum pulang ke daerahnya masing-masing. Namun masih banyak juga para peserta yang mengunjungi bazar untuk memborong oleh-oleh, termasuk Kiki dan kawan-kawan. Setelah mengambil uang hadiah, mereka membeli barang-barang yang direncanakan sebagai oleh-oleh untuk para anggota UKM Pramuka, teman kuliah dan dosen pembina mereka. Karena stok barang jual di bazar sudah hampir habis, mereka juga harus berebut dengan peserta lain yang juga ingin membeli barang yang sama. Selain itu, sebagai kenang-kenangan Firman juga menukar kancing jas almamaternya dengan kancing jas almater mahasiswa lain dari berbagai daerah. Diantara para peserta juga ada yang saling meminta alamat dan nomor telepon, agar setelah kegiatan ini mereka dapat saling berkomunikasi.
“Gimana Ki, sudah dibeli semua ?. Trus yang untuk Phia sudah dikasihin belum ?.” Tanya arman kepada Kiki.
Sambil membereskan kantong plastik yang berisi oleh-oleh, Kiki menjawab, “sudah Kak, sudah dibeli semua. Tapi kalo yang untuk Phia belum tak kasiin, hidrogel dan bunganya masih di dalam kamar, besok pagi aja ya.”
“Ya sudah kalo gitu. Oia nanti kasih tau Phia, besok pagi sebelum pulang kita foto bareng. Saya masih punya dua film lagi nih, Okeh ?”
“Oke deh. Besok pagi aja ya, sekarang saya mau balik ke kamar, Pipit sudah balik duluan.” Sahut Kiki yang sudah terlihat ngantuk. Mereka pun lalu kembali ke kamar asrama untuk beristirahat, dan membereskan barang-barang karena besok jam sembilan pagi, mereka akan pulang kembali ke Bogor. Malam itu adalah malam terakhir bagi mereka untuk menikmati empuknya kasur di asrama mahasiswa Sekolah Tinggi T dan dinginnya udara malam Kota Bandung.

* * *

Keesokan paginya, kamar asrama sudah mulai sepi ditinggalkan oleh para peserta yang sudah menginap selama 5-7 hari. Tumpukan tas dan barang-barang lain milik peserta terlihat di depan lobi asrama putra, mereka berkumpul sambil menunggu bus kampus yang akan membawa mereka pulang kembali ke daerahnya. Bahkan di saat ada rombongan bus kontingen peserta yang meninggalkan kampus Sekolah Tinggi T, para panitia dan peserta yang belum pulang juga melambaikan tangan melepas kepergian mereka sebagai tanda perpisahan.
Arman dan Firman yang sedang duduk-duduk di depan lobi asrama putra dikejutkan oleh suara Kiki, Pipit dan Phia.
“Gimana kak, sudah diberesin semua ?, nggak ada yang ketinggalan kan ?” . Tanya Kiki.
“Insyaallah kalo barang-barang bawaan saya sih nggak ada, tapi yang kemarin sore beresin stand pameran siapa ?. Kok kemarin saya kesana sudah bersih, nggak ada apa-apa lagi ?,” tanya Arman heran.
“Oh, kalo yang itu aku sama Pipit yang ngeberesin. Nih posternya, untung dah aku amanin, kalo enggak mungkin sudah hilang kali. Oia, jadi mau foto bareng nggak sebelum pulang.” Sahut Kiki menjelaskan.
“Alhamdulillah, saya kira hilang. Ya udeh, ayo kita foto bareng !. Disana kayaknya back ground-nya bagus.” Seru Arman menunjuk ke arah taman dimana terdapat tulisan Sekolah Tinggi T yang besar dan lambang kampus yang berukuran besar.
Kemudian Arman, Kiki, Pipit, Firman dan Phia menuju ke taman tersebut. Arman pun meminta tolong untuk kepada salah seorang anggota kontingen Bogor yang kebetulan sedang lewat.
“Mas, mas, tolong fotoin kami dong !. latar belakang nya ini ya !.” seru Arman.
Mereka pun lalu berfoto bersama sambil menunjukkan, poste, hidrogel dan bunga yang mereka bawa dan piagam penghargaan yang baru saja mereka raih.
“Makasih ya mas, jangan kapok kalo dimintai tolong lagi sama kami.” Sahut Arman kepada seorang pria yang telah dimintai tolong.
Tak lama kemudian bus-bus yang akan membawa pulang rombongan kontingen Bogor pun tiba. Para anggota rombongan pun segera memasukkan barang-barangnya ke dalam bus.
“Phi, makasih banyak ya atas bantuannya, mohon maaf kalo kami punya salah sama kamu,” sahut Kiki kepada Phia.
“Sama-sama mbak, saya juga minta maaf kalo punya salah.”
“Oh iya, ini kenangan-kenangan dari kami, semoga bermanfaat.” Sahut Firman sambil menyerahkan dua bungkus hidrogel yang masih utuh dan vas bunga berisi hidrogel yang sudah diolah beserta sekuntum bunga mawar dan beberapa kuntum bunga krisan kepada Phia.
“Wah, makasih banyak ya. Oia, jangan lupa sama saya ya kalo sudah sampe di Bogor dan sering-sering kirim kabar ya !. Selamat jalan.” Ucap Phia sambil tersenyum kepada Kiki, Arman, Pipit dan Firman.
“Iya, sama-sama.” Sahut Kiki dan mereka berempat pun segera masuk ke dalam bus kontingen Bogor. Tepat pada pukul 10.00, rombongan kontingen Bogor berangkat meninggalkan Sekolah Tinggi T menuju kampusnya di Bogor.
Rasa bangga menjadi anggota tim kontingen Bogor dan mewakili kampusnya mengikuti Lomba Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional XVII di Bandung terpancar pada wajah mereka, apalagi saat perjalanan pulang sambil menonton VCD tentang kegiatan LIMTN XVII. Mereka sangat antusias menonton VCD yang dibeli oleh salah seorang rekan mereka dari panitia. Melalui sebuah TV yang ada di dalam bus tersebut, mereka dapat menyaksikan dirinya sendiri pada saat melakukan presentasi ataupun pada saat mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya..
Bagi anggota kontingen Bogor, prestasi juara umum dua kali berturut ini adalah luar biasa. Layaknya seorang atlet nasional yang berhasil meraih medali emas di ajang sea games atau olimpide. Kemenangan tim kontingen Bogor ini disambut oleh Rektor dengan mengadakan acara penyambutan di gedung rektorat. Rektor serta para dekan juga memberikan reward atau bonus kepada setiap tim atau mahasiswa yang turut serta dan meraih penghargaan.
Bagi Arman, Kiki, Pipit dan Firman. Kemenangannya meraih penghargaan di LIMTN telah menunjukkan bahwa semangat, kreatifitas, dan kerjasama tim yang mereka lakukan telah membuahkan kesuksesan. Semangat yang tinggi untuk berkarya dan berprestasi melalui ide-ide kreatif yang dibarengi dengan kerjasama tim yang solid, telah mengantar mereka dan UKM Pramuka kepada sebuah kesuksesan yang belum pernah diraih. Kini mereka telah dapat mengangkat nama UKM Pramuka sebagi satu-satunya Unit Kegiatam Mahasiswa yang telah berhasil turut serta dalam kegiatan Kreatifitas Mahasiswa Tingkat Nasional selama empat tahun berturut-turut dan meraih penghargaan untuk pertama kalinya di ajang LIMTN XVII. Berkat kerja keras mereka pula, UKM Pramuka kini tidak dipandang sebelah mata lagi oleh pihak rektorat dan dikalangan mahasiswa, karena prestasi yang yang telah ditunjukkan. Semoga prestasi ini dapat ditiru oleh anggota UKM Pramuka yang lain dan adik-adik kelas mereka. Selamat kepada Kiki, Pipit, Arman dan Firman, atas prestasi yang telah diraih.

* * * TAMAT * * *


Jakarta, 7 Februari 2005

Aditya Rachman Putra

ASAL USUL GAJAH ASIA

ASAL USUL GAJAH ASIA
Oleh Aditya Rachman Putra

Dahulu kala, gajah-gajah hidup dalam sebuah kelompok di belantara hutan benua Afrika. Kelompok gajah tersebut dipimpin oleh seekor gajah betina dewasa yang tubuhnya besar dan kuat bernama Bu Giza. Sementara itu, semua gajah jantan dewasa hidup terpisah dan menyendiri dari kelompoknya. Bu Giza juga memiliki dua ekor anak betina yang sudah beranjak dewasa bernama Jumba dan Jumbi.
Jumba adalah anak yang tertua, tubuhnya besar dan kuat. Sedangkan Jumbi, tubuhnya sedikit lebih kecil dari Jumba. Keduanya sama-sama memiliki gading yang panjang. Namun karena memiliki tubuh yang paling besar membuat Jumba menjadi lebih sombong dan angkuh. Hal itu membuat semua anggota gajah menjadi segan dan takut kepadanya. Sedangkan sifat Jumbi jauh berbeda dengan Jumba. Selain cerdas, Jumbi juga memiliki sifat yang baik hati dan mau bersahabat dengan siapa saja. Dia juga selalu berusaha menolong dan melindungi anggota kelompok gajah yang terancam bahaya maupun yang sedang kesusahan. Hal inilah yang membuat semua gajah suka padanya.
Suatu hari Bu Giza merasa sudah tidak sanggup lagi memimpin kelompoknya, dikarenakan usianya yang sudah tua. Ia ingin menyerahkan mahkota pusaka gajah kepada penggantinya yang memiliki sifat kepemimpinan yang baik dan dapat melindungi seluruh anggota kelompoknya. Lalu diadakanlah musyawarah yang dihadiri oleh seluruh gajah dewasa untuk memilih ketua kelompok gajah yang baru.
Setelah melalui diskusi dan perdebatan yang cukup lama, Akhirnya semua peserta musyawarah sepakat memilih Jumbi sebagai ketua kelompok gajah yang baru untuk menggantikan Bu Giza.
Jumbi yang semula tidak mengira akan terpilih sebagai ketua, tak kuasa menolak keinginan semua gajah tersebut. Kemudian diadakanlah upacara pengangkatan dan pemberian mahkota pusaka gajah kepada Jumbi. Lalu pada saat pemberian mahkota, Bu Giza berpesan agar semua gajah menghormati hasil keputusan musyawarah ini, dan mengingatkan Jumbi agar selalu melindungi anggotanya dari ancaman bahaya dan tidak bertindak sewenang-wenang dalam memimpin.
Beberapa hari kemudian kemudian, Bu Giza meninggal dunia. Semua gajah merasa sedih dan kehilangan. Terutama Jumbi yang sangat terpukul karena kehilangan seorang ibu yang sangat dihormati dan dicintainya. Jumbi pun teringat pesan Bu Giza saat upacara penyerahan mahkota kepadanya. Kemudian ia berjanji akan menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan baik.
Setelah Bu Giza dimakamkan, Jumbi mengajak seluruh anggotanya untuk pindah ke daerah lain mencari sumber makanan yang lebih banyak. Semua anggota pun setuju. Namun tiba-tiba ada seekor gajah yang menolak
“Tidak, aku tidak mau ikut.” Teriak Jumba dengan suara lantang.
Semua gajah terkejut dan langsung menoleh ke arah Jumba yang diam-diam ternyata merasa kesal karena tidak terpilih sebagai ketua kelompok. Ia pun langsung menghampiri Jumbi sambil membentak.
“Jangan mentang-mentang kamu sudah menjadi ketua, seenaknya menyuruh kami untuk pergi dari sini”
Kemudian dengan tenang Jumbi mencoba menasehati kakaknya dengan sopan. “Maaf kak Jumba, kita memang harus pergi, persediaan makanan di sini sudah hampir menipis.”
Namun jumba tetap menolak dan mengotot tidak ingin pergi. Lalu terjadilah perang mulut diantara kedua kakak beradik ini. Jumba yang merasa dirinya lebih pantas untuk menjadi ketua kelompok, kemudian menantang Jumbi untuk bertarung.
“Baiklah, aku akan ikut pergi jika kau bisa mengalahkan aku. Tapi jika kau yang kalah, kau harus menyerahkan mahkota pusaka gajah itu kepadaku dan aku yang akan menjadi ketua kelompok. Bagaimana ?” Tantang Jumba dengan penuh keyakinan.
Jumbi menerima tantangan tersebut, lalu terjadilah perkelahian yang seru antara Jumbi dan Jumba. Perkelahian itu berlangsung lama, sampai-sampai kedua gading Jumba patah, sedangkan tubuh Jumbi menjadi babak belur karena diserang oleh Jumba. Tidak ada seekor gajah pun yang berani memisahkan mereka berdua.
Akhirnya Jumba memenangkan pertarungan tersebut. Kemudian dengan sombong Jumba tertawa.
“Ha, ha, ha…kau kalah Jumbi. Sesuai perjanjian kita, kau harus menyerahkan mahkota itu kepadaku sekarang.”
Sambil mengerang kesakitan Jumbi mengakui kekalahannya lalu meyerahkan mahkota yang ada di kepalanya itu kepada Jumba. Setelah memakai mahkota pusaka gajah, Jumba jadi semakin sombong.
“Ha, ha, ha…sekarang akulah ketua baru kalian. Ayo kalian semua bersujud !” Perintah Jumba kepada semua gajah.
Gajah-gajah yang ada di tempat itu pun tak kuasa menolak, mereka semua bersujud menghormati Jumba. Namun keanehan terjadi. Mahkota yang dikenakan Jumba tiba-tiba saja mengeluarkan cahaya keemasan yang menyilaukan mata. Jumba langsung mengerang kesakitan. Tetapi tidak ada seekor gajahpun yang dapat melihat apa yang sebenarnya sedang dialami oleh Jumba.
Jumba masih saja mengerang kesakitan. Lalu setelah cahaya keemasan yang menyilaukan itu hilang, semua gajah terkejut melihat tubuh Jumba yang kini menjadi lebih kecil dari sebelumnya. Jumba pun tidak mempercayai perubahan yang telah terjadi pada dirinya. Namun setelah menyadari bahwa apa yang baru saja dialaminya adalah kenyataan, ia pun menangis. Ini adalah kutukan dari Bu Giza.
Sambil menangis, Jumba meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuatnya dan mengembalikan Mahkota Pusaka Gajah kepada Jumbi. Lalu dengan rendah hati, Jumbi pun memaafkan kesalahan kakaknya.
Untuk menebus kesalahannya, Jumba yang merasa malu karena tubuhnya sekarang lebih kecil dan gadingnya pun lebih pendek dari Jumbi, memilih untuk berkelana sendiri. Ia lalu meninggalkan kelompoknya dan berjalan terus ke arah Timur.
Akhirnya setelah lama berjalan, Jumba memilih untuk menetap dan tinggal di daerah yang kini disebut sebagai daratan Asia. Sedangkan Jumbi dan kelompok gajah yang dipimpinnya tetap tinggal di daratan Afrika. Itulah sebabnya, mengapa sekarang gajah Asia tubuhnya lebih kecil dan gadingnya juga jauh lebih pendek daripada gajah Afrika.

SATU LAGI SEORANG SAHABAT TELAH PERGI

SATU LAGI SEORANG SAHABAT TELAH PERGI

Langit bersinar begitu cerah menyinari bumi, diiringi hembusan angin yang sepoi-sepoi seraya memberikan kesejukan di tengah teriknya panas dunia. Hari itu aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku. Namun karena temanku membutuhkan aku untuk membantu pekerjaannya, terpaksa aku harus overtime sampai sore hari.
Semua berjalan seperti biasa. Namun, sebuah email yang baru masuk ke komputer kami telah membuat hati kami menjadi gundah. Berita duka tertulis di email tersebut, satu lagi seorang sahabat telah pergi meninggalkan kami. Hmm.... Rasanya belum kering air mata ini melepas kepergian sahabatku yang meninggal dunia karena kecelakan motor. Kini satu orang lagi telah meninggalkan kami karena sakit. Tragisnya, keduanya meninggal pada usia yang masih muda dan merupakan tulang punggung keluarganya. Padahal kami masih sangat membutuhkan mereka untuk belajar bersama dalam meraih cita. Kini air mata itu kembali berlinang.
Memang, pekerjaan kami penuh dengan resiko. Namun kami selalu berusaha untuk menjalankan semua prosedur dengan baik dan benar untuk memperkecil segala resiko. Tetapi jika musibah atas kehendak-Nya terjadi diluar dugaan. Siapa yang akan bisa menolong dan membantu kami ? Asuransi yang kami miliki-pun tidak cukup untuk menanggung semua biaya perawatan. Apalagi jika jiwa ini diambil oleh Si Pemilik-Nya ? Siapa yang akan menggantikannya ? Dua musibah yang terjadi sudahlah cukup untuk menjadi pengalaman yang sangat berharga.
Semoga dengan musibah tragis yang terjadi berturut-turut ini dapat membuka mata dan hati para pengambil kebijakan. Sehingga kami pun dapat bekerja dengan tenang dan nyaman untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi perusahaan.


Jakarta, 10 Mei 2007

SELAMAT JALAN

SELAMAT JALAN

Semilir angin nan sejuk di senja hari, menghantarkan sang surya ke peraduannya seraya menyambut sang dewi malam yang penuh kesejukan, Berharap esok hari kan lebih baik dari hari ini. Namun, isak tangis dan air mata masih saja tertumpah dari para insan yang penuh cinta dan kasih sayang.
Sebuah raga masih terbaring lemah tak berdaya, Sudah tiga hari raga tersebut tidak sadarkan diri. Seperangkat alat bantu kehidupan masih terpasang di raga itu sejak musibah naas tersebut terjadi. Segala daya dan upaya terus dilakukan untuk membangunkan raga tersebut. Doa pun tak henti-hentinya dipanjatkan, berharap akan adanya sebuah mu’jizat. Namun apa daya, manusia hanya bisa berusaha. Yang Maha Kuasa yang memiliki kehendak. Ternyata, semilir angin nan sejuk di senja itu telah membawanya pergi menghadap Sang Pencipta untuk selama-lamanya.
Kini sosok yang sangat bersahaja itu telah pulang ke rumah terakhirnya, seperti pesan terakhirnya kepadaku sebelum terjadi kecelakaan “Dit, saya pulang duluan ya.... ! “ Dan ternyata beliau benar-benar pulang dan tidak akan kembali lagi. Semua orang merasa kehilangan dan tidak percaya dengan kepergianmu yang secepat ini. Kami masih ingin banyak belajar darimu. Begitu banyak suka dan duka yang telah kita alami bersama. Kehadiranmu selalu memberikan keceriaan. Ketenanganmu dalam menyelesaikan setiap masalah selalu membuat hati kami menjadi tenang. Sikapmu yang selalu kritis untuk kebaikan telah membuka hati dan pikiran kami. Namun semua itu hanya tinggal kenangan. Kenangan yang sangat berat untuk dilupakan. Selamat jalan Pak Rusyandi, semangat mu akan terus melekat di hati kami. Hanya doa yang bisa kami panjatkan, semoga semua amal ibadahmu diterima di sisinya dan diampuni segala dosa-dosamu. Amiiin.

Jakarta, 12 April 2007

KAMI SEMUA MERINDUKANMU

KAMI SEMUA MERINDUKANMU

Matahari pagi mulai bersinar. Cahayanya yang sejuk menerobos jendela kamarku, seraya mengajakku untuk bangun dan menikmati indahnya dunia. Namun rasa kantuk dan lelah masih menahanku untuk tidak beranjak dari tempat tidurku. Hari ini aku sedang libur, rasanya ingin sekali kuhabiskan waktu liburku ini untuk bermalas-malasan dan tidur seharian. Akan tetapi, sinar matahari yang semula hangat semakin lama menjadi terasa panas, seakan-akan mengingatkanku untuk tidak menyianyiakan waktu yang diberikan.
Sebuah computer di samping tempat tidurku kerap membisikkan kata di hatiku “ayo dit !!! selesaikan naskah ceritamu, aku menantikan goresan tangan mu di layarku” Namun lagi-lagi perasaan malas masih saja mengiringi setiap gerakku. Sambil menikmati sarapan pagi, kunyalakan komputerku. Tetapi lagi-lagi persaan ku kacau, apa yang akan ku kerjakan dengan computer ini ? Selintas bayangan di kepalaku mengajakku untuk mengingat-ngingat masa satu tahun yang lalu, saat aku diterima bekerja di perusahaan tempatku bekerja saat ini.
Tanggal 15 Maret 2006 aku dan teman-teman yang berjumlah lima orang, mulai mengikuti training di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang retail. Kami berenam belajar bersama-sama untuk ditempatkan di site baru perusahaan tersebut sebagai manager dan supervisor. Salah satu temanku adalah Pak Rusyandi yang menjabat sebagai manager. Kami pun banyak belajar darinya. Orangnya kreatif, ceria, tekun, dan selalu kritis dalam memberikan masukan untuk kemajuan perusahaan. Setiap permasalahan yang ada di site selalu dapat ditanganinya dengan baik. Dia juga suka main bulutangkis. Namun sayang, karena jadwal kerjanya sering bentrok dengan waktu latihan. Hanya beberapa kali kami bisa main bulutangkis bersama-sama.
Setelah satu tahun bekerja, aku baru sempat berkunjung ke rumahnya seminggu yang lalu. Kebetulan rumah kami dekat, hanya berjarak ± 1 km. Saat itu beliau sedang sakit, jadi tidak bisa masuk kerja. Syukurlah dua hari kemudian dia sudah sembuh dan bisa kembali bekerja. Selama tiga hari berturut-turut, aku selalu bekerja melanjutkan shift pak Rusyandi. Namun pada hari yang ketiga, entah mengapa tidak biasanya Pak Rusyandi setelah selesai shift 3 terburu-buru pulang ke rumah ? Setelah selesai handover, jam 1 malam pak Rusyandi berpamitan ke saya untuk pulang ke rumah. Dalam hatiku “tumben jam segini sudah pulang biasanya selalu saja ada yang dikerjakannya sampai jam 01.30 WIB” Tetapi kali ini tidak.
Jam 2 pagi telepon kantor berdering. Aku angkat telepon tersebut. Astagfirullah hal Azim, Aku mendapat kabar bahwa Pak Rusyandi mendapat musibah kecelakaan motor dalam perjalanan pulang ke rumah setelah bekerja dan kondisinya cukup parah, bahkan keluargapun tidak diperbolehkan melihatnya Aku juga hampir tidak percaya dengan kabar tersebut. Segera aku telepon Andi temanku yang akan masuk jam 5 pagi untuk memastikan kondisi Pak Rusyandi sebenarnya. Kebetulan rumah sakitnya tidak jauh dari rumah Andi. Perasaan sedih dan galau pun langsung mengisi hati semua karyawan, Apalagi setelah Andi mengabarkan kondisi terakhir Pak Rusyandi kepada kami.
Isak tangis keluargapun bergema memenuhi lorong rumah sakit. Kini sosok yang penuh ceria dan penuh charisma itu hanya dapat terbaring lemah di ruang ICU. Kondisi Pak Rusyandi mengalami koma sejak kecelakaan dan sampai saat ini belum sadarkan diri. Ayo Pak Rus ! kamu pasti bisa bertahan. Hanya doa yang bisa kami panjatkan untukmu, kami semua merindukanmu.Ya Allah.... sembuhkanlah beliau Ya Allah. Sadarkanlah beliau dari koma Ya Allah.... Ya Allah. Kami tidak sanggup jika harus kehilangan beliau, banyak hal yang ingin kami pelajari darinya Ya Allah... Ya Allah, berilah ketabahan serta kekuatan bagi keluarganya dalam menghadapi cobaan ini. Amiiin....

Jakarta, 10 April 2007

ARTI DARI SEBUAH PENDAKIAN

ARTI DARI SEBUAH PENDAKIAN

Siang itu, Senin 12 Januari 2004 pukul 14.30. Adi pulang dari kampus menuju rumah kostnya dengan tergesa-gesa. Dia baru saja menemui dosen pembimbing skripsinya dan menghadiri presentasi makalah seminar teman sekelasnya. Betapa tidak tergesa-gesa, jam 15.30 dia harus sudah kembali ke sanggar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka di kampusnya. Sore nanti dia bersama anggota pramuka yang lainnya akan mengadakan kegiatan “Livetogether” yang berupa pendakian ke Kawah Ratu - Gunung Salak selama sehari semalam. Kegiatan itu adalah progam kerja pertama dari kepengurusan baru Dewan Racana Surya Tirta Kencana - Inggita Puspa Kirana, Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka sebuah perguruan tinggi di Bogor.
Adi adalah seorang mahasiswa tingkat akhir Fakultas Peternakan di perguruan tinggi tersebut. Dia juga mantan ketua UKM Pramuka yang baru saja diganti dan kini menjabat sebagai ketua dewan adat di organisasi tersebut.
Sesampainya di kostan yang jaraknya 2 km dari kampus, Adi langsung mengemasi barang-barang yang diperlukan untuk pendakian. Berbekal tas carriel pinjaman dari teman lamanya, pakaian ganti, senter, obat-obatan, makanan dan sepatu cats, dia berangkat dari kostannya ke sanggar.
Belum jauh ia melangkah dari kostnya, HP-nya berdering “dit-dit, dit-dit.” Satu SMS dari rekannya yang meminta untuk cepat datang, karena rombongan akan segera berangkat. Adi lalu segera mempercepat langkah kakinya agar tidak ditinggal oleh rekan-rekannya. Namun tak lama kemudian, HP-nya kembali berdering, “kring…..,kring………,kring……….kring………”
Adi lalu segera menjawab telepon tersebut. Namun belum selesai ia mengucapkan salam, si penelepon berteriak. “Cepetan dateng, naik ojek !!! kita dah mau berangkat”. Ucap Wiseso berteriak kepada Adi melalui HP.
Mendengar suara tersebut, Adi semakin panik lalu dipanggillah tukang ojek. “Ojek…!, ke gerbang kampus pak, cepetan ya !.” Adi lalu menaiki motor tukang ojek tersebut menuju ke gerbang kampus yang jaraknya 1,5 km dari tempat ia menerima telepon dari Wiseso.
Tidak sampai lima menit, tukang ojek tersebut sudah membawa Adi ke tempat tujuan. Sesampainya di depan gerbang kampus, Adi melihat sebuah angkot berwarna biru sedang berhenti di tepi jalan. Ternyata angkot tersebut adalah mobil yang telah dicarter rekan-rekannya untuk pergi ke Gunung Salak.
“Maaf ya sudah nunggu saya lama”, ucap Adi berusaha untuk minta maaf.
“Trus rombongan yang putri kemana,” Tanya Adi kepada Wiseso.
“Sudah ayo cepetan naik !, yang putri sudah pada berangkat duluan. Nanti kita langsung ketemu mereka di sana.” Sahut Wiseso dengan terburu-buru.
Setelah menunggu Adi cukup lama akhirnya mobil rombongan putra peserta kegiatan Livetogether itu pun berangkat, menuju ke kaki Gunung Salak.
* * * *
Perjalanan menuju Gunung Salak dipenuhi dengan tawa dan canda. Pemandangan indah di sepanjang jalan memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka. Namun mendung mengiringi perjalanan mereka. Hal ini membuat mereka khawatir.
“Wah, mendungnya gelap banget Wis, di sana pasti hujannya deras banget. Nanti malam mungkin kita nggak bisa naik ke Kawah Ratu ?.” Tanya Adi kepada Wiseso.
“Iya-ya. Kalo hujannya deras, mungkin kita nggak bisa mendaki ke Kawah Ratu nanti malam untuk menikmati terbitnya fajar dari puncak Gunung Salak yang menyimpan banyak misteri itu ?. Sudah cukup banyak pendaki yang tewas atau hilang di gunung tersebut.” Sahut Wiseso yang juga merasa Khawatir. Mereka semua lalu terdiam sambil menikmati indahnya perjalanan melewati sawah dan pedesaan di kaki Gunung Salak dan berharap agar malam nanti keadaan cuacanya cukup bersahabat dengan mereka.
Sementara itu, mendung semakin gelap mencekam. Kabut tebal menyelimuti lereng gunung dan hujan pun mulai turun. Keadaan ini membuat suasana kian mencekam, sehingga menciutkan nyali mereka untuk mendaki gunung pada malam nanti.
Dari semua peserta Livetogether hanya dua orang yang pernah mendaki Gunung Salak. Wiseso yang berasal dari Depok dan juga adik kelas Adi di fakultasnya sudah sering melakukan camping di Gunung Salak, tetapi belum pernah ke kawah ratu, sedangkan Adi terakhir kali mendaki ke Kawah Ratu adalah lima tahun yang lalu saat masih kelas 2 SMU. Kecuali Wiseso dan Adi, peserta Livetogether yang total berjumlah 19 orang (10 putra dan 9 putri) kebanyakan adalah mahasiswa baru yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan belum pernah ke Gunung Salak. Kini mereka bergantung kepada Wiseso dan Adi sebagai penunjuk jalan menembus hutan di Gunung Salak yang terkenal angker.
Hujan deras yang sudah mengiringi mereka sejak memasuki kawasan kaki Gunung Salak memaksa mereka berteduh di sebuah shelter yang disediakan untuk para pendaki. Hawa dingin yang mulai menyentuh juga membuat mereka lapar, sehingga bekal makanan yang telah mereka pesan dari warteg di dekat sanggar langsung habis dimakan.
Selesai makan, Wiseso selaku ketua panitia dari kegiatan ini segera mengajak semua peserta untuk membentuk lingkaran. Setelah itu, dia menjelaskan maksud dari diadakanya kegiatan ini dan mengajak semua peserta untuk saling memperkenalkan diri. Lalu secara bergantian, setiap peserta memperkenalkan dirinya. Meskipun sebagian besar peserta sudah saling mengenal karena sesama anggota UKM Pramuka, namun ada beberapa orang yang bukan anggota UKM Pramuka dan baru pertama kali mengikuti kegiatan di UKM Pramuka. Sebagai perkenalan awal, umumnya peserta menyebutkan nama, asal daerah, asal SMU, jurusan, angkatan dan alamat kostan. Acara perkenalan itu diakhiri dengan sholat maghrib berjamaah di bawah naungan shelter dan terpaan hujan deras disertai kilat dan petir.
Tak lama kemudian, waktu sholat isya pun tiba. Mereka lalu segera menunaikan sholat Isya dengan berjamaah di tempat yang sama, meskipun hujan tidak kunjung reda, bahkan semakin deras.
Selesai sholat, Wiseso mengajak seluruh peserta untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman seru mengenai kegiatan hiking yang pernah dilakukan oleh setiap peserta. Dia juga memperagakan cara pembuatan tenda darurat dengan mengunakan ponco atau jas hujan. Setelah itu, setiap peserta saling menceritakan pengalaman-pengalaman serunya ketika mendaki gunung di daerah asalnya, saat masih SMU. Mereka juga saling menasehati dan mengingatkan agar saat pendakian nanti para peserta dapat lebih siap dan waspada terhadap berbagai bahaya yang bisa saja muncul di hutan.
Malam semakin larut, udara dingin pegunungan terasa semakin menusuk, namun hujan tak kunjung reda. Mereka lalu memutuskan untuk mencoba tidur di bawah shelter itu sampai hujan benar-benar berhenti. Untuk melindungi tubuh dan barang-barang yang dibawa dari air hujan yang menetes dari atap shelter, mereka mendirikan tenda dibawah shelter tersebut dan kemudian mencari tempat yang nyaman untuk tidur.
Adi memisahkan diri dari teman-temannya yang mencoba untuk bisa tidur di bawah shelter. Ia memilih untuk tidur di depan warung yang tak jauh dari shelter tersebut, karena tempatnya lebih nyaman. Tak lama kemudian, Novian sang ketua UKM Pramuka yang baru terpilih menggantikan Adi datang menyusul. Dia pun juga memilih untuk tidur diatas kursi bambu di depan warung tersebut.
Beberapa peserta putri yang melihat Adi dan Novian tidur dengan nyaman di depan warung sempat kesal. Terpikir oleh mereka untuk mengerjai kedua orang tersebut. Namun niat itu urung dilakukan. Adi dan Novian pun tetap tidur sambil menggigil kedinginan.
* * * *
Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Hujan sudah berhenti. Bulan dan bintang tampak masih malu-malu untuk menampakkan wajahnya. Sedikit awan hitam juga masih tampak menghalangi sinar bulan. Padahal pada pukul 23.00 tadi hujan berhenti cukup lama, namun kemudian hujan turun kembali dengan deras. Biarpun hujan sudah berhenti, namun hawa dingin masih saja menusuk.
Adi membangunkan Novian dan Wiseso, kemudian menyarankan agar peserta segera bersiap-siap untuk melakukan pendakian. Adi yakin bahwa hujan tidak akan turun lagi. Seluruh peserta lalu dibangunkan. Kemudian mereka mengemasi barang-barangnya dan bersiap-siap untuk melakukan pendakian. Doa bersama juga dilakukan agar selama melakukan pendakian nanti diberikan keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Tepat pada pukul 02.30 mereka berangkat menuju Kawah Ratu. Adi memimpin rombongan untuk mencari jalan, sedangkan Wiseso berjalan paling belakang sebagai sweaper.
Hanya dengan bantuan cahaya lampu senter dan sinar bulan yang masih malu-malu menyinari gelap malam, mereka mulai mendaki lereng gunung. Jalan berbatu yang menanjak dan terjal menuju pos pendakian I membuat mereka harus berhati-hati. Namun sepatu milik salah seorang peserta putri -- Mala namanya -- rusak saat melewati jalan berbatu tersebut. Sepatunya pun tak dapat dipakai lagi. Ani yang kebetulan membawa dua pasang sendal gunung meminjamkannya kepada Mala. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan panjang yang gelap gulita dan penuh rintangan.
Hujan deras yang mengguyur lereng gunung sejak sore hingga malam membuat jalan setapak yang dilalui menjadi licin. Kubangan air dan lumpur di sepanjang jalan membuat celana mereka menjadi kotor, sepatu yang semula putih bersih berubah warna menjadi coklat pekat. Tak jarang banyak peserta yang jatuh karena terpeleset. Mala adalah salah satu peserta yang sering jatuh terpeleset.
Mereka terus mendaki. Jalan setapak yang dilalui selalu menyusuri aliran air, sehingga yang terdengar sepanjang perjalanan adalah gemericik suara air. Sesekali mereka juga berhenti untuk beristirahat. Adi yang pernah ke kawah ratu 5 tahun lalu juga sesekali salah memilih jalan. Menurutnya, jalan yang pernah dilaluinya dulu sudah banyak berubah. Adi hanya mengandalkan feeling dan ingatan serta penunjuk arah di sepanjang jalan untuk membawa seluruh peserta ke Kawah Ratu.
Fajar mulai menyingsing. Garis putih mulai terlihat di ufuk timur. Jalan setapak mulai terlihat jelas tanpa menggunakan senter. Namun mereka belum juga sampai di Kawah Ratu.
Pukul 06.00 mereka tiba di sebuah aliran air yang cukup bening dan dingin. Mereka kemudian memutuskan untuk beristirahat dan menunaikan sholat subuh serta sarapan pagi di tempat itu. Sebagian peserta ada yang membersihkan sepatu dan celana yang kini memiliki warna baru.
Setelah satu jam beistirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat, mereka juga sempat berfoto bersama di tempat tersebut dengan menggunakan kamera yang dibawa oleh Adi.
Perjalanan ke kawah ratu menurut Adi tidak begitu jauh lagi. Setelah keluar dari hutan, mereka akan melewati dua buah kawah mati sebelum akhirnya tiba di Kawah Ratu yang mengeluarkan asap uap belerang yang menandakan bahwa gunung tersebut masih aktif dan terdapat aliran sungai di kawahnya.
* * * *
Mereka terus berjalan. Kali ini perjalanan telah memasuki daerah kawah mati dimana dikanan kiri jalan nampak banyak batang-batang pohon yang merangas karena panas dari kawah gunung dan batu-batu padas berwarna putih kekuningan bekas aliran lahar. Bau belerang pun semakin terasa menusuk hidung.
Mereka sempat berhenti sejenak ketika menemukan sebuah batu besar dihadapan mereka. Pada batu tersebut terdapat sebuah nisan bertuliskan “in memoriam.”
Nisan itu menunjukkan bahwa seseorang pernah tewas di tempat itu beberapa tahun yang lalu. Untuk mengenang peristiwa tragis tersebut, teman-teman dari pendaki yang tewas tersebut memasang batu nisan di tempat itu. Nisan itu dipasang sebagai peringatan kepada para pendaki lainnya agar lebih berhati-hati terhadap bahaya yang selalu mengancamnya di kawasan tersebut.
Seratus meter menjelang Kawah Ratu, mereka kembali beristirahat. Perut yang lapar karena sarapan yang kurang banyak membuat mereka kembali mengeluarkan bekal makanan berupa roti dan biskuit yang dibawanya. Wiseso yang membawa sebuah apel juga membagikan apelnya kepada peserta yang lain.
Saat sedang asik beristirahat, Adi bertanya kepada seluruh peserta. “Gimana, masih pada kuat nggak ?, tinggal menyusuri jalan ini, sebentar lagi kita sampai di kawah ratu.”
Seluruh peserta terdiam dengan tetap sambil menikmati makanan kecil yang dibawa. Namun dengan penuh semangat Novian bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Adi. “Ya udah Mas, kalo gitu kita duluan aja. Tunjukin aja jalannya ntar saya yang memandu teman-teman,” sahut Novian kepada Adi.
Adi segera menunjukkan jalannya, kemudian ia berangkat duluan ke Kawah Ratu bersama Novian. Tak lama kemudian teman-teman yang lain menyusul.
“Subhanallah, indahnya alam ciptaanMu ya Allah. Tak ku kusangka aku bisa datang kembali kesini, ke tempat yang lima tahun lalu pernah aku kunjungi bersama teman-teman sekolahku.” Sahut Adi berkata di dalam hatinya.
Teman-temannya pun mengungkapkan perasaan yang sama. Rasa lelah, letih, ngantuk dan lapar terbayar sudah setelah melihat keindahan ciptaan Allah yang Maha Agung.
“Ayo, kita kesana ! disana pemandangannya lebih bagus.” Ajak Adi kepada semua peserta.
“Awas hati-hati !, perhatikan jalannya ! disini banyak sumber air panas yang mendidih, tanahnya pun mudah longsor !.” Ujar Adi mengingatkan peserta.
Setelah sampai di tempat yang nyaman dengan pemandangan yang indah di Kawah Ratu yang masih menyemburkan asap putih berupa gas belerang dari salah satu kawahnya yang paling besar, mereka beristirahat. Kini mereka dapat melepas letih selama perjalanan. Segala macam makanan dikeluarkan dari tas untuk dimakan bersama-sama. Mereka juga mencari tempat-tempat yang bagus untuk berfoto sebagai kenang-kenangan, bahwa mereka pernah datang ke tempat ini. Beragam ekspresi diperlihatakan oleh para peserta Livetogether. Ada peserta yang termenung menyaksikan keindahan alam Kawah Ratu, ada yang penasaran sehingga berkiling-keliling melihat pemandangan dan ada juga yang menulis kisah pendakian ini ke dalam buku diary.
Suasana pun semakin akrab. Peserta yang semula belum begitu saling mengenal, kini sudah dapat saling tertawa dan bercanda mengingat kejadian-kejadian lucu yang mereka alami sejak berangkat dari sanggar UKM Pramuka sampai tiba di Kawah Ratu.
Rasa lapar yang kian terasa dan banyak sumber air panas yang bisa digunakan untuk memasak, menggugah Ria untuk mengajak teman-temannya memasak mie instan yang mereka bawa. Dengan menggunakan sebuah panci dan air aqua, ia memasak mie tersebut di atas air belerang yang mendidih.
Tak lama kemudian mie instan rasa belerang made in Ria pun jadi. Meskipun sempat tercampur percikan air belerang, mie itu pun habis juga dimakan bersama-sama. Adi yang memberikan ide kepada Ria untuk memasak mie itu juga tidak kebagian, karena baru saja berjalan-jalan mengelilingi kawah.
Bosan hanya berduduk-duduk saja, para peserta putra lalu pergi mandi di sebuah sungai yang mengalir melewati Kawah Ratu tersebut. Entah kenapa, air sungai tersebut dingin, padahal berada di daerah kawah. Namun air sungai itu diyakini mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Air sungai tersebut juga digunakan sebagai sumber air bagi para pendaki yang mendirikan tenda untuk camping di kawah tersebut.
* * * *
Waktu menunjukkan pukul 10.30. Sinar matahari terasa semakin panas menyengat, dan sedikit awan mendung juga mulai menghampiri Kawah Ratu. Adi segera mengajak teman-temannya agar bersiap-siap untuk meninggalkan Kawah Ratu dan menuruni gunung untuk kembali ke sanggar.
Tepat pukul 11.00 mereka meninggalkan kawah ratu. Begitu banyak kenangan manis yang tak akan pernah terlupakan dari pendakian itu. Mereka ingin rasanya lebih lama lagi menikmati keindahan alam tersebut. Namun mereka harus segera turun. Mereka tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diharapkan akan menimpa mereka jika berlama-lama di tempat itu. Sebuah pertanyaan muncul di dalam hati mereka. Akankah mereka bisa datang lagi ke Kawah Ratu, tempat wisata alam di Gunung Salak yang bagi sebagian peserta merupakan pengalaman pertama kali dalam mendaki gunung.
Beberapa saat setelah berjalan meninggal Kawah Ratu, Mala terlihat memperbaiki alas kakinya. Adi dan Wiseso yang berjalan paling belakang lalu bertanya kepada Mala.
“Kenapa La ? kakinya sakit ?,” Tanya Wiseso kepada Mala.
“Ah, enggak apa-apa kok kak,” jawab Mala berupaya meyakinkan. Dia pun kembali berjalan.
Adi yang berjalan paling belakang memperhatikan Mala yang berusaha agar tidak terpeleset, namun tetap saja terpeleset. Ia pun lalu menghampiri Mala.
“Lebih baik kamu tidak memakai sandal itu, berbahaya !” saran Adi yang melihat sendal Ani yang dipakai Mala sudah mulai rusak dan jika dipakai terus pasti akan rusak. Keadaan itu juga membahayakan bagi Mala.
“Kamu pake aja sendal saya, saya bawa kok, tapi nggak saya pake ?.”
“Nggak usah kak, saya masih bisa jalan kok!,” jawab Mala tidak ingin merepotkan.
“Sendal yang kamu pakai itu sudah nggak nyaman lagi dipakai, bisa bikin kamu terpeleset terus, lagipula perjalanan masih jauh. Sini sandal kamu saya yang bawa !,” seru Adi menyarankan Mala sambil mengeluarkan sandal dari dalam tasnya.
“Makasih ya kak.” Ucap Mala sambil memakai sandal tersebut. Mereka pun kembali berjalan menyusul teman-temannya yang sudah cukup jauh meninggalkan mereka.
Perjalanan menuruni lereng gunung dilalui dengan penuh riang dan sukacita. Mereka seakan telah memperoleh energi baru setelah tiba di Kawah Ratu. Namun perjalanan kali ini terasa lebih berat daripada saat mendaki di gelap malam. Meskipun mereka kini dapat melihat jalan yang dilalui semalam tanpa senter, hujan yang mengguyur semalaman telah membuat jalan semakin becek dan berlumpur tebal yang jika tidak hati-hati akan menyebabkan kaki terpeleset. Semua peserta pernah terpeleset, namun frekuensi kaki terpeleset nampaknya lebih banyak pada saat menuruni gunung dari pada saat pendakian. Bahkan Mala juga masih saja sering terjatuh meskipun sudah dibantu oleh rekan-rekannya agar tidak jatuh. Nugroho yang mengenakan sepatu pun berniat akan membeli sepatu baru sepulang dari kegiatan ini, karena sepatu yang dipakainya sudah rusak cukup parah. Hendra terpaksa tidak menggunakan alas kaki lagi, karena sendal jepitnya putus. Yadi juga memilih untuk mengenakan celana pendek selutut, karena tidak mau celana panjang jeansnya yang berwarna putih akan lebih kotor lagi dan sulit untuk dibersihkan karena terkena tanah dan lumpur.
Kecelakaan kecil sempat menimpa salah satu peserta putri. Via terluka di tangannya saat terpeleset di batu-batuan yang licin, namun lukanya tidak parah. Melihat kejadian tersebut mereka semua pun kemudian beristirahat sambil menikmati telur rebus yang belum sempat dimakan sejak berangkat dari sanggar di kampus.
Jalan setapak berupa tanah liat dan bebatuan yang penuh rintangan tetap dilalui dengan riang. Ketika menyeberangi aliran air sedalam 30 cm sebelum tiba di pos awal pendakian, mereka kembali beristirahat. Mereka lalu memanfaatkan aliran air yang menuju curug di bawahnya itu untuk membersihkan diri. Air yang semula bening itu pun berubah menjadi keruh, karena digunakan untuk membersihkan sepatu dan celana yang sudah berubah warna menjadi cokelat.
Tak lama kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan yang sudah tidak begitu jauh lagi. Mereka pun akhirnya sampai di bawah, tempat mereka memulai pendakian. Kejadian lucu sempat terjadi saat rombongan menuruni belokan terakhir di jalan setapak tersebut. Novian yang berjalan paling belakang berusaha membantu Risna.
“Ayo Ris lewat sini !, saya pegangin, tenang aja…, nggak akan jatuh kok !.” ucap Novian menawarkan bantuan kepada Risna.
Namun, belum sempat Risna meraih tanggan Novian, tiba-tiba “astagfirullahhalazim, waaaaaaa……….” Teriak Novian yang jatuh terpeleset dan merosot dari ketinggian 15 m sampai di bawah seperti anak TK yang sedang bermain perosotan.
Risna tertawa terbahak-bahak dari atas. Tidak ada seorang pub yang mengetahui kejadian itu. Namun setelah Risna menceritakan peristiwa tersebut, semua peserta langsung tertawa terbahak-bahak. Novian pun hanya bisa tersenyum sambil membersihkan tanah yang menempel di celananya.
Mereka semua lalu menuju ke curug setinggi 8 m yang tidak begitu jauh dari tempat itu. Mereka lalu mandi, membersihkan diri dan berfoto-foto di bawah air terjun tersebut sebelum pulang kembali ke kampus.
Setelah mereka membersihkan diri sebelum pulang, mereka lalu berkumpul di warung tempat Adi dan Novian tidur semalam. Mereka kini sedang menunggu angkot yang akan membawa mereka pulang.
Cukup lama mereka menunggu angkot tersebut. Namun begitu satu buah angkot tiba, Wiseso segera menawar supir angkot tersebut. Setelah itu ia menghampiri Adi dan Novian.
“Gimana Wis, bisa kita naik sekarang ?.” Tanya Novian.
“Jangan dulu, ntar aja kalo angkot yang satu lagi dah datang !.” Sahut Wiseso.
“Lho emangnya kenapa, mahal ya sewanya ?. Tanya Adi.
“Iya, dia minta Rp 70.000, tapi budget kita nggak cukup. Gimana nih Kak Adi ?.” Tanya Wiseso kepada Adi seraya menjelaskan permasalahannya.
“Emang biasanya berapa sewanya ? Kalo kurang kenapa nggak kita patungan aja lagi. Gimana ?.” Sahut Novian memberikan usul.
“Wah jangan, peserta jangan disuruh patungan lagi. Sudah cukup uang yang mereka setorkan ke kita untuk biaya kegiatan ini. Biasanya sih dulu saya sewa angkot dari sini cuma Rp 55.000. Atau mungkin ada yang mau nombokin dulu ?, nanti diganti pake uang kas.” Saran Wiseso kepada Adi, Novian dan Risna yang baru saja datang menghampiri mereka. Nampaknya Wiseso selaku ketua panitia tidak ingin membuat seluruh perserta Livetogether kecewa karena harus mengeluarkan biaya lagi untuk transportasi, khususnya bagi peserta yang bukan anggota UKM Pramuka.
“Oke deh, kalo gitu kita aja yang nombokin dulu kekurangan biayanya, nanti diganti sama uang kas. Yang penting sekarang kita cepet kembali ke kampus, karena hari sudah hampir sore dan kita semua juga belum pada sholat Zuhur.” Seru Adi kepada panitia yang sedang kebingungan.
Akhirnya Adi, Novian, Wiseso dan Risna berpatungan untuk menutupi kekurangan biaya transportasi. Lalu tepat pada pukul 14.00 mereka semua pulang kembali menuju kampus dengan menyewa dua buah angkot yang sudah dinego harga sewanya menjadi Rp 65.000/angkot oleh Wiseso. Perasaan ngantuk lelah dan letih coba diobati oleh setiap peserta dengan tidur di sepanjang perjalanan pulang. Satu jam kemudian, mereka tiba kembali di halaman sanggar UKM Pramuka.
* * * *
Jika diperhatikan dengan seksama, kegiatan Livetogether yang berupa pendakian ke Kawah Ratu di Gunung Salak oleh Adi dan rekan-rekannya sebenarnya adalah sebuah prestasi. Prestasi yang diraih oleh setiap individu maupun organisasi. Sebut saja Mala, Lia, Ayi dan Ratih, mereka adalah peserta putri yang berasal dari kota Jakarta dan bukan anggota UKM Pramuka. Mereka ternyata sanggup melakukan pendakian di Gunung Salak pada malam hari tanpa mengeluh, padahal remaja putri yang dibesarkan di kota Jakarta umumnya ogah dengan kegiatan-kegiatan seperti ini. Mereka umumnya lebih suka kegiatan yang happy-happy dan tidak ingin susah jika hidup di alam bebas. Diantara mereka, hanya Ratih yang ternyata sudah pernah camping di Gunung Salak. Mala, Lia dan Ayi belum pernah mengikuti kegiatan kepramukaan apalagi mendaki gunung. Bagi mereka berempat dan seluruh peserta yang berasal dari berbagai daerah, kegiatan Livetogether mendaki Gunung Salak yang angker itu adalah pengalaman pertama, yang seru dan mengesankan.
Adi dan Wiseso juga tidak menyangka bisa membawa seluruh peserta Livetogether sampai ke Kawah Ratu dan selamat sampai di kampus kembali. Padahal dua hari kemudian, harian Radar Bogor memberitakan bahwa seseorang telah tewas karena menghirup gas beracun di Kawah Ratu tersebut. Mereka berdua bersyukur karena tanpa mas Yono -- kakak kelas mereka yang sudah berpengalaman mendaki gunung -- sebagai pemandu pun mereka bisa membawa rombongan yang cukup besar dalam melakukan pendakian. Alhamdulillah selama kegiatan itu tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa mereka.
Bagi pengurus baru UKM Pramuka, kegiatan pertama dari pengurus baru ini boleh dibilang sukses. Setelah sebelumnya mereka sempat pesimis kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik mengingat kurangnya publikasi dan persiapan kegiatan tersebut. Namun diluar dugaan, antusiasme mahasiswa cukup besar terhadap kegiatan ini. Awalnya diharapkan peserta kegiatan ini mayoritas adalah anggota UKM Pramuka sendiri, namun peserta yang ikut kebanyakan bukan dari anggota UKM Pramuka. Ini juga pertama kalinya UKM Pramuka melakukan kegiatan hiking dengan peserta dari luar anggota yang paling banyak, sebelumnya tidak pernah sampai sebanyak ini.
Tanpa disadari, prestasi ini adalah buah dari semangat pantang menyerah dan kerja keras dalam mengatasi rasa takut dan rintangan yang dilakukan oleh setiap individu yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. Semangat dan kerja keras untuk mensukseskan program kerja organisasi serta keinginan bersama dalam menghadapi tantangan berupa halangan dan rintangan menuju puncak, guna mengagumi keindahan alam Sang Pencipta. Hal tersebut telah membuahkan kenangan manis yang tidak akan pernah terlupakan. Semoga prestasi tersebut dapat memacu semangat untuk meraih puncak prestasi yang lebih tinggi lagi. Semoga.

Jakarta, 11 Februari 2005

Aditya Rachman Putra

(dipersembahkan untuk seluruh anggota UKM Pramuka, semoga tetap semangat dan kompak selalu dalam melakukan perubahan. “UKM PRAMUKA BISA”)