Senin, 15 Juni 2009

ARTI DARI SEBUAH PENDAKIAN

ARTI DARI SEBUAH PENDAKIAN

Siang itu, Senin 12 Januari 2004 pukul 14.30. Adi pulang dari kampus menuju rumah kostnya dengan tergesa-gesa. Dia baru saja menemui dosen pembimbing skripsinya dan menghadiri presentasi makalah seminar teman sekelasnya. Betapa tidak tergesa-gesa, jam 15.30 dia harus sudah kembali ke sanggar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka di kampusnya. Sore nanti dia bersama anggota pramuka yang lainnya akan mengadakan kegiatan “Livetogether” yang berupa pendakian ke Kawah Ratu - Gunung Salak selama sehari semalam. Kegiatan itu adalah progam kerja pertama dari kepengurusan baru Dewan Racana Surya Tirta Kencana - Inggita Puspa Kirana, Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka sebuah perguruan tinggi di Bogor.
Adi adalah seorang mahasiswa tingkat akhir Fakultas Peternakan di perguruan tinggi tersebut. Dia juga mantan ketua UKM Pramuka yang baru saja diganti dan kini menjabat sebagai ketua dewan adat di organisasi tersebut.
Sesampainya di kostan yang jaraknya 2 km dari kampus, Adi langsung mengemasi barang-barang yang diperlukan untuk pendakian. Berbekal tas carriel pinjaman dari teman lamanya, pakaian ganti, senter, obat-obatan, makanan dan sepatu cats, dia berangkat dari kostannya ke sanggar.
Belum jauh ia melangkah dari kostnya, HP-nya berdering “dit-dit, dit-dit.” Satu SMS dari rekannya yang meminta untuk cepat datang, karena rombongan akan segera berangkat. Adi lalu segera mempercepat langkah kakinya agar tidak ditinggal oleh rekan-rekannya. Namun tak lama kemudian, HP-nya kembali berdering, “kring…..,kring………,kring……….kring………”
Adi lalu segera menjawab telepon tersebut. Namun belum selesai ia mengucapkan salam, si penelepon berteriak. “Cepetan dateng, naik ojek !!! kita dah mau berangkat”. Ucap Wiseso berteriak kepada Adi melalui HP.
Mendengar suara tersebut, Adi semakin panik lalu dipanggillah tukang ojek. “Ojek…!, ke gerbang kampus pak, cepetan ya !.” Adi lalu menaiki motor tukang ojek tersebut menuju ke gerbang kampus yang jaraknya 1,5 km dari tempat ia menerima telepon dari Wiseso.
Tidak sampai lima menit, tukang ojek tersebut sudah membawa Adi ke tempat tujuan. Sesampainya di depan gerbang kampus, Adi melihat sebuah angkot berwarna biru sedang berhenti di tepi jalan. Ternyata angkot tersebut adalah mobil yang telah dicarter rekan-rekannya untuk pergi ke Gunung Salak.
“Maaf ya sudah nunggu saya lama”, ucap Adi berusaha untuk minta maaf.
“Trus rombongan yang putri kemana,” Tanya Adi kepada Wiseso.
“Sudah ayo cepetan naik !, yang putri sudah pada berangkat duluan. Nanti kita langsung ketemu mereka di sana.” Sahut Wiseso dengan terburu-buru.
Setelah menunggu Adi cukup lama akhirnya mobil rombongan putra peserta kegiatan Livetogether itu pun berangkat, menuju ke kaki Gunung Salak.
* * * *
Perjalanan menuju Gunung Salak dipenuhi dengan tawa dan canda. Pemandangan indah di sepanjang jalan memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka. Namun mendung mengiringi perjalanan mereka. Hal ini membuat mereka khawatir.
“Wah, mendungnya gelap banget Wis, di sana pasti hujannya deras banget. Nanti malam mungkin kita nggak bisa naik ke Kawah Ratu ?.” Tanya Adi kepada Wiseso.
“Iya-ya. Kalo hujannya deras, mungkin kita nggak bisa mendaki ke Kawah Ratu nanti malam untuk menikmati terbitnya fajar dari puncak Gunung Salak yang menyimpan banyak misteri itu ?. Sudah cukup banyak pendaki yang tewas atau hilang di gunung tersebut.” Sahut Wiseso yang juga merasa Khawatir. Mereka semua lalu terdiam sambil menikmati indahnya perjalanan melewati sawah dan pedesaan di kaki Gunung Salak dan berharap agar malam nanti keadaan cuacanya cukup bersahabat dengan mereka.
Sementara itu, mendung semakin gelap mencekam. Kabut tebal menyelimuti lereng gunung dan hujan pun mulai turun. Keadaan ini membuat suasana kian mencekam, sehingga menciutkan nyali mereka untuk mendaki gunung pada malam nanti.
Dari semua peserta Livetogether hanya dua orang yang pernah mendaki Gunung Salak. Wiseso yang berasal dari Depok dan juga adik kelas Adi di fakultasnya sudah sering melakukan camping di Gunung Salak, tetapi belum pernah ke kawah ratu, sedangkan Adi terakhir kali mendaki ke Kawah Ratu adalah lima tahun yang lalu saat masih kelas 2 SMU. Kecuali Wiseso dan Adi, peserta Livetogether yang total berjumlah 19 orang (10 putra dan 9 putri) kebanyakan adalah mahasiswa baru yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan belum pernah ke Gunung Salak. Kini mereka bergantung kepada Wiseso dan Adi sebagai penunjuk jalan menembus hutan di Gunung Salak yang terkenal angker.
Hujan deras yang sudah mengiringi mereka sejak memasuki kawasan kaki Gunung Salak memaksa mereka berteduh di sebuah shelter yang disediakan untuk para pendaki. Hawa dingin yang mulai menyentuh juga membuat mereka lapar, sehingga bekal makanan yang telah mereka pesan dari warteg di dekat sanggar langsung habis dimakan.
Selesai makan, Wiseso selaku ketua panitia dari kegiatan ini segera mengajak semua peserta untuk membentuk lingkaran. Setelah itu, dia menjelaskan maksud dari diadakanya kegiatan ini dan mengajak semua peserta untuk saling memperkenalkan diri. Lalu secara bergantian, setiap peserta memperkenalkan dirinya. Meskipun sebagian besar peserta sudah saling mengenal karena sesama anggota UKM Pramuka, namun ada beberapa orang yang bukan anggota UKM Pramuka dan baru pertama kali mengikuti kegiatan di UKM Pramuka. Sebagai perkenalan awal, umumnya peserta menyebutkan nama, asal daerah, asal SMU, jurusan, angkatan dan alamat kostan. Acara perkenalan itu diakhiri dengan sholat maghrib berjamaah di bawah naungan shelter dan terpaan hujan deras disertai kilat dan petir.
Tak lama kemudian, waktu sholat isya pun tiba. Mereka lalu segera menunaikan sholat Isya dengan berjamaah di tempat yang sama, meskipun hujan tidak kunjung reda, bahkan semakin deras.
Selesai sholat, Wiseso mengajak seluruh peserta untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman seru mengenai kegiatan hiking yang pernah dilakukan oleh setiap peserta. Dia juga memperagakan cara pembuatan tenda darurat dengan mengunakan ponco atau jas hujan. Setelah itu, setiap peserta saling menceritakan pengalaman-pengalaman serunya ketika mendaki gunung di daerah asalnya, saat masih SMU. Mereka juga saling menasehati dan mengingatkan agar saat pendakian nanti para peserta dapat lebih siap dan waspada terhadap berbagai bahaya yang bisa saja muncul di hutan.
Malam semakin larut, udara dingin pegunungan terasa semakin menusuk, namun hujan tak kunjung reda. Mereka lalu memutuskan untuk mencoba tidur di bawah shelter itu sampai hujan benar-benar berhenti. Untuk melindungi tubuh dan barang-barang yang dibawa dari air hujan yang menetes dari atap shelter, mereka mendirikan tenda dibawah shelter tersebut dan kemudian mencari tempat yang nyaman untuk tidur.
Adi memisahkan diri dari teman-temannya yang mencoba untuk bisa tidur di bawah shelter. Ia memilih untuk tidur di depan warung yang tak jauh dari shelter tersebut, karena tempatnya lebih nyaman. Tak lama kemudian, Novian sang ketua UKM Pramuka yang baru terpilih menggantikan Adi datang menyusul. Dia pun juga memilih untuk tidur diatas kursi bambu di depan warung tersebut.
Beberapa peserta putri yang melihat Adi dan Novian tidur dengan nyaman di depan warung sempat kesal. Terpikir oleh mereka untuk mengerjai kedua orang tersebut. Namun niat itu urung dilakukan. Adi dan Novian pun tetap tidur sambil menggigil kedinginan.
* * * *
Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Hujan sudah berhenti. Bulan dan bintang tampak masih malu-malu untuk menampakkan wajahnya. Sedikit awan hitam juga masih tampak menghalangi sinar bulan. Padahal pada pukul 23.00 tadi hujan berhenti cukup lama, namun kemudian hujan turun kembali dengan deras. Biarpun hujan sudah berhenti, namun hawa dingin masih saja menusuk.
Adi membangunkan Novian dan Wiseso, kemudian menyarankan agar peserta segera bersiap-siap untuk melakukan pendakian. Adi yakin bahwa hujan tidak akan turun lagi. Seluruh peserta lalu dibangunkan. Kemudian mereka mengemasi barang-barangnya dan bersiap-siap untuk melakukan pendakian. Doa bersama juga dilakukan agar selama melakukan pendakian nanti diberikan keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Tepat pada pukul 02.30 mereka berangkat menuju Kawah Ratu. Adi memimpin rombongan untuk mencari jalan, sedangkan Wiseso berjalan paling belakang sebagai sweaper.
Hanya dengan bantuan cahaya lampu senter dan sinar bulan yang masih malu-malu menyinari gelap malam, mereka mulai mendaki lereng gunung. Jalan berbatu yang menanjak dan terjal menuju pos pendakian I membuat mereka harus berhati-hati. Namun sepatu milik salah seorang peserta putri -- Mala namanya -- rusak saat melewati jalan berbatu tersebut. Sepatunya pun tak dapat dipakai lagi. Ani yang kebetulan membawa dua pasang sendal gunung meminjamkannya kepada Mala. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan panjang yang gelap gulita dan penuh rintangan.
Hujan deras yang mengguyur lereng gunung sejak sore hingga malam membuat jalan setapak yang dilalui menjadi licin. Kubangan air dan lumpur di sepanjang jalan membuat celana mereka menjadi kotor, sepatu yang semula putih bersih berubah warna menjadi coklat pekat. Tak jarang banyak peserta yang jatuh karena terpeleset. Mala adalah salah satu peserta yang sering jatuh terpeleset.
Mereka terus mendaki. Jalan setapak yang dilalui selalu menyusuri aliran air, sehingga yang terdengar sepanjang perjalanan adalah gemericik suara air. Sesekali mereka juga berhenti untuk beristirahat. Adi yang pernah ke kawah ratu 5 tahun lalu juga sesekali salah memilih jalan. Menurutnya, jalan yang pernah dilaluinya dulu sudah banyak berubah. Adi hanya mengandalkan feeling dan ingatan serta penunjuk arah di sepanjang jalan untuk membawa seluruh peserta ke Kawah Ratu.
Fajar mulai menyingsing. Garis putih mulai terlihat di ufuk timur. Jalan setapak mulai terlihat jelas tanpa menggunakan senter. Namun mereka belum juga sampai di Kawah Ratu.
Pukul 06.00 mereka tiba di sebuah aliran air yang cukup bening dan dingin. Mereka kemudian memutuskan untuk beristirahat dan menunaikan sholat subuh serta sarapan pagi di tempat itu. Sebagian peserta ada yang membersihkan sepatu dan celana yang kini memiliki warna baru.
Setelah satu jam beistirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat, mereka juga sempat berfoto bersama di tempat tersebut dengan menggunakan kamera yang dibawa oleh Adi.
Perjalanan ke kawah ratu menurut Adi tidak begitu jauh lagi. Setelah keluar dari hutan, mereka akan melewati dua buah kawah mati sebelum akhirnya tiba di Kawah Ratu yang mengeluarkan asap uap belerang yang menandakan bahwa gunung tersebut masih aktif dan terdapat aliran sungai di kawahnya.
* * * *
Mereka terus berjalan. Kali ini perjalanan telah memasuki daerah kawah mati dimana dikanan kiri jalan nampak banyak batang-batang pohon yang merangas karena panas dari kawah gunung dan batu-batu padas berwarna putih kekuningan bekas aliran lahar. Bau belerang pun semakin terasa menusuk hidung.
Mereka sempat berhenti sejenak ketika menemukan sebuah batu besar dihadapan mereka. Pada batu tersebut terdapat sebuah nisan bertuliskan “in memoriam.”
Nisan itu menunjukkan bahwa seseorang pernah tewas di tempat itu beberapa tahun yang lalu. Untuk mengenang peristiwa tragis tersebut, teman-teman dari pendaki yang tewas tersebut memasang batu nisan di tempat itu. Nisan itu dipasang sebagai peringatan kepada para pendaki lainnya agar lebih berhati-hati terhadap bahaya yang selalu mengancamnya di kawasan tersebut.
Seratus meter menjelang Kawah Ratu, mereka kembali beristirahat. Perut yang lapar karena sarapan yang kurang banyak membuat mereka kembali mengeluarkan bekal makanan berupa roti dan biskuit yang dibawanya. Wiseso yang membawa sebuah apel juga membagikan apelnya kepada peserta yang lain.
Saat sedang asik beristirahat, Adi bertanya kepada seluruh peserta. “Gimana, masih pada kuat nggak ?, tinggal menyusuri jalan ini, sebentar lagi kita sampai di kawah ratu.”
Seluruh peserta terdiam dengan tetap sambil menikmati makanan kecil yang dibawa. Namun dengan penuh semangat Novian bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Adi. “Ya udah Mas, kalo gitu kita duluan aja. Tunjukin aja jalannya ntar saya yang memandu teman-teman,” sahut Novian kepada Adi.
Adi segera menunjukkan jalannya, kemudian ia berangkat duluan ke Kawah Ratu bersama Novian. Tak lama kemudian teman-teman yang lain menyusul.
“Subhanallah, indahnya alam ciptaanMu ya Allah. Tak ku kusangka aku bisa datang kembali kesini, ke tempat yang lima tahun lalu pernah aku kunjungi bersama teman-teman sekolahku.” Sahut Adi berkata di dalam hatinya.
Teman-temannya pun mengungkapkan perasaan yang sama. Rasa lelah, letih, ngantuk dan lapar terbayar sudah setelah melihat keindahan ciptaan Allah yang Maha Agung.
“Ayo, kita kesana ! disana pemandangannya lebih bagus.” Ajak Adi kepada semua peserta.
“Awas hati-hati !, perhatikan jalannya ! disini banyak sumber air panas yang mendidih, tanahnya pun mudah longsor !.” Ujar Adi mengingatkan peserta.
Setelah sampai di tempat yang nyaman dengan pemandangan yang indah di Kawah Ratu yang masih menyemburkan asap putih berupa gas belerang dari salah satu kawahnya yang paling besar, mereka beristirahat. Kini mereka dapat melepas letih selama perjalanan. Segala macam makanan dikeluarkan dari tas untuk dimakan bersama-sama. Mereka juga mencari tempat-tempat yang bagus untuk berfoto sebagai kenang-kenangan, bahwa mereka pernah datang ke tempat ini. Beragam ekspresi diperlihatakan oleh para peserta Livetogether. Ada peserta yang termenung menyaksikan keindahan alam Kawah Ratu, ada yang penasaran sehingga berkiling-keliling melihat pemandangan dan ada juga yang menulis kisah pendakian ini ke dalam buku diary.
Suasana pun semakin akrab. Peserta yang semula belum begitu saling mengenal, kini sudah dapat saling tertawa dan bercanda mengingat kejadian-kejadian lucu yang mereka alami sejak berangkat dari sanggar UKM Pramuka sampai tiba di Kawah Ratu.
Rasa lapar yang kian terasa dan banyak sumber air panas yang bisa digunakan untuk memasak, menggugah Ria untuk mengajak teman-temannya memasak mie instan yang mereka bawa. Dengan menggunakan sebuah panci dan air aqua, ia memasak mie tersebut di atas air belerang yang mendidih.
Tak lama kemudian mie instan rasa belerang made in Ria pun jadi. Meskipun sempat tercampur percikan air belerang, mie itu pun habis juga dimakan bersama-sama. Adi yang memberikan ide kepada Ria untuk memasak mie itu juga tidak kebagian, karena baru saja berjalan-jalan mengelilingi kawah.
Bosan hanya berduduk-duduk saja, para peserta putra lalu pergi mandi di sebuah sungai yang mengalir melewati Kawah Ratu tersebut. Entah kenapa, air sungai tersebut dingin, padahal berada di daerah kawah. Namun air sungai itu diyakini mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Air sungai tersebut juga digunakan sebagai sumber air bagi para pendaki yang mendirikan tenda untuk camping di kawah tersebut.
* * * *
Waktu menunjukkan pukul 10.30. Sinar matahari terasa semakin panas menyengat, dan sedikit awan mendung juga mulai menghampiri Kawah Ratu. Adi segera mengajak teman-temannya agar bersiap-siap untuk meninggalkan Kawah Ratu dan menuruni gunung untuk kembali ke sanggar.
Tepat pukul 11.00 mereka meninggalkan kawah ratu. Begitu banyak kenangan manis yang tak akan pernah terlupakan dari pendakian itu. Mereka ingin rasanya lebih lama lagi menikmati keindahan alam tersebut. Namun mereka harus segera turun. Mereka tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diharapkan akan menimpa mereka jika berlama-lama di tempat itu. Sebuah pertanyaan muncul di dalam hati mereka. Akankah mereka bisa datang lagi ke Kawah Ratu, tempat wisata alam di Gunung Salak yang bagi sebagian peserta merupakan pengalaman pertama kali dalam mendaki gunung.
Beberapa saat setelah berjalan meninggal Kawah Ratu, Mala terlihat memperbaiki alas kakinya. Adi dan Wiseso yang berjalan paling belakang lalu bertanya kepada Mala.
“Kenapa La ? kakinya sakit ?,” Tanya Wiseso kepada Mala.
“Ah, enggak apa-apa kok kak,” jawab Mala berupaya meyakinkan. Dia pun kembali berjalan.
Adi yang berjalan paling belakang memperhatikan Mala yang berusaha agar tidak terpeleset, namun tetap saja terpeleset. Ia pun lalu menghampiri Mala.
“Lebih baik kamu tidak memakai sandal itu, berbahaya !” saran Adi yang melihat sendal Ani yang dipakai Mala sudah mulai rusak dan jika dipakai terus pasti akan rusak. Keadaan itu juga membahayakan bagi Mala.
“Kamu pake aja sendal saya, saya bawa kok, tapi nggak saya pake ?.”
“Nggak usah kak, saya masih bisa jalan kok!,” jawab Mala tidak ingin merepotkan.
“Sendal yang kamu pakai itu sudah nggak nyaman lagi dipakai, bisa bikin kamu terpeleset terus, lagipula perjalanan masih jauh. Sini sandal kamu saya yang bawa !,” seru Adi menyarankan Mala sambil mengeluarkan sandal dari dalam tasnya.
“Makasih ya kak.” Ucap Mala sambil memakai sandal tersebut. Mereka pun kembali berjalan menyusul teman-temannya yang sudah cukup jauh meninggalkan mereka.
Perjalanan menuruni lereng gunung dilalui dengan penuh riang dan sukacita. Mereka seakan telah memperoleh energi baru setelah tiba di Kawah Ratu. Namun perjalanan kali ini terasa lebih berat daripada saat mendaki di gelap malam. Meskipun mereka kini dapat melihat jalan yang dilalui semalam tanpa senter, hujan yang mengguyur semalaman telah membuat jalan semakin becek dan berlumpur tebal yang jika tidak hati-hati akan menyebabkan kaki terpeleset. Semua peserta pernah terpeleset, namun frekuensi kaki terpeleset nampaknya lebih banyak pada saat menuruni gunung dari pada saat pendakian. Bahkan Mala juga masih saja sering terjatuh meskipun sudah dibantu oleh rekan-rekannya agar tidak jatuh. Nugroho yang mengenakan sepatu pun berniat akan membeli sepatu baru sepulang dari kegiatan ini, karena sepatu yang dipakainya sudah rusak cukup parah. Hendra terpaksa tidak menggunakan alas kaki lagi, karena sendal jepitnya putus. Yadi juga memilih untuk mengenakan celana pendek selutut, karena tidak mau celana panjang jeansnya yang berwarna putih akan lebih kotor lagi dan sulit untuk dibersihkan karena terkena tanah dan lumpur.
Kecelakaan kecil sempat menimpa salah satu peserta putri. Via terluka di tangannya saat terpeleset di batu-batuan yang licin, namun lukanya tidak parah. Melihat kejadian tersebut mereka semua pun kemudian beristirahat sambil menikmati telur rebus yang belum sempat dimakan sejak berangkat dari sanggar di kampus.
Jalan setapak berupa tanah liat dan bebatuan yang penuh rintangan tetap dilalui dengan riang. Ketika menyeberangi aliran air sedalam 30 cm sebelum tiba di pos awal pendakian, mereka kembali beristirahat. Mereka lalu memanfaatkan aliran air yang menuju curug di bawahnya itu untuk membersihkan diri. Air yang semula bening itu pun berubah menjadi keruh, karena digunakan untuk membersihkan sepatu dan celana yang sudah berubah warna menjadi cokelat.
Tak lama kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan yang sudah tidak begitu jauh lagi. Mereka pun akhirnya sampai di bawah, tempat mereka memulai pendakian. Kejadian lucu sempat terjadi saat rombongan menuruni belokan terakhir di jalan setapak tersebut. Novian yang berjalan paling belakang berusaha membantu Risna.
“Ayo Ris lewat sini !, saya pegangin, tenang aja…, nggak akan jatuh kok !.” ucap Novian menawarkan bantuan kepada Risna.
Namun, belum sempat Risna meraih tanggan Novian, tiba-tiba “astagfirullahhalazim, waaaaaaa……….” Teriak Novian yang jatuh terpeleset dan merosot dari ketinggian 15 m sampai di bawah seperti anak TK yang sedang bermain perosotan.
Risna tertawa terbahak-bahak dari atas. Tidak ada seorang pub yang mengetahui kejadian itu. Namun setelah Risna menceritakan peristiwa tersebut, semua peserta langsung tertawa terbahak-bahak. Novian pun hanya bisa tersenyum sambil membersihkan tanah yang menempel di celananya.
Mereka semua lalu menuju ke curug setinggi 8 m yang tidak begitu jauh dari tempat itu. Mereka lalu mandi, membersihkan diri dan berfoto-foto di bawah air terjun tersebut sebelum pulang kembali ke kampus.
Setelah mereka membersihkan diri sebelum pulang, mereka lalu berkumpul di warung tempat Adi dan Novian tidur semalam. Mereka kini sedang menunggu angkot yang akan membawa mereka pulang.
Cukup lama mereka menunggu angkot tersebut. Namun begitu satu buah angkot tiba, Wiseso segera menawar supir angkot tersebut. Setelah itu ia menghampiri Adi dan Novian.
“Gimana Wis, bisa kita naik sekarang ?.” Tanya Novian.
“Jangan dulu, ntar aja kalo angkot yang satu lagi dah datang !.” Sahut Wiseso.
“Lho emangnya kenapa, mahal ya sewanya ?. Tanya Adi.
“Iya, dia minta Rp 70.000, tapi budget kita nggak cukup. Gimana nih Kak Adi ?.” Tanya Wiseso kepada Adi seraya menjelaskan permasalahannya.
“Emang biasanya berapa sewanya ? Kalo kurang kenapa nggak kita patungan aja lagi. Gimana ?.” Sahut Novian memberikan usul.
“Wah jangan, peserta jangan disuruh patungan lagi. Sudah cukup uang yang mereka setorkan ke kita untuk biaya kegiatan ini. Biasanya sih dulu saya sewa angkot dari sini cuma Rp 55.000. Atau mungkin ada yang mau nombokin dulu ?, nanti diganti pake uang kas.” Saran Wiseso kepada Adi, Novian dan Risna yang baru saja datang menghampiri mereka. Nampaknya Wiseso selaku ketua panitia tidak ingin membuat seluruh perserta Livetogether kecewa karena harus mengeluarkan biaya lagi untuk transportasi, khususnya bagi peserta yang bukan anggota UKM Pramuka.
“Oke deh, kalo gitu kita aja yang nombokin dulu kekurangan biayanya, nanti diganti sama uang kas. Yang penting sekarang kita cepet kembali ke kampus, karena hari sudah hampir sore dan kita semua juga belum pada sholat Zuhur.” Seru Adi kepada panitia yang sedang kebingungan.
Akhirnya Adi, Novian, Wiseso dan Risna berpatungan untuk menutupi kekurangan biaya transportasi. Lalu tepat pada pukul 14.00 mereka semua pulang kembali menuju kampus dengan menyewa dua buah angkot yang sudah dinego harga sewanya menjadi Rp 65.000/angkot oleh Wiseso. Perasaan ngantuk lelah dan letih coba diobati oleh setiap peserta dengan tidur di sepanjang perjalanan pulang. Satu jam kemudian, mereka tiba kembali di halaman sanggar UKM Pramuka.
* * * *
Jika diperhatikan dengan seksama, kegiatan Livetogether yang berupa pendakian ke Kawah Ratu di Gunung Salak oleh Adi dan rekan-rekannya sebenarnya adalah sebuah prestasi. Prestasi yang diraih oleh setiap individu maupun organisasi. Sebut saja Mala, Lia, Ayi dan Ratih, mereka adalah peserta putri yang berasal dari kota Jakarta dan bukan anggota UKM Pramuka. Mereka ternyata sanggup melakukan pendakian di Gunung Salak pada malam hari tanpa mengeluh, padahal remaja putri yang dibesarkan di kota Jakarta umumnya ogah dengan kegiatan-kegiatan seperti ini. Mereka umumnya lebih suka kegiatan yang happy-happy dan tidak ingin susah jika hidup di alam bebas. Diantara mereka, hanya Ratih yang ternyata sudah pernah camping di Gunung Salak. Mala, Lia dan Ayi belum pernah mengikuti kegiatan kepramukaan apalagi mendaki gunung. Bagi mereka berempat dan seluruh peserta yang berasal dari berbagai daerah, kegiatan Livetogether mendaki Gunung Salak yang angker itu adalah pengalaman pertama, yang seru dan mengesankan.
Adi dan Wiseso juga tidak menyangka bisa membawa seluruh peserta Livetogether sampai ke Kawah Ratu dan selamat sampai di kampus kembali. Padahal dua hari kemudian, harian Radar Bogor memberitakan bahwa seseorang telah tewas karena menghirup gas beracun di Kawah Ratu tersebut. Mereka berdua bersyukur karena tanpa mas Yono -- kakak kelas mereka yang sudah berpengalaman mendaki gunung -- sebagai pemandu pun mereka bisa membawa rombongan yang cukup besar dalam melakukan pendakian. Alhamdulillah selama kegiatan itu tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa mereka.
Bagi pengurus baru UKM Pramuka, kegiatan pertama dari pengurus baru ini boleh dibilang sukses. Setelah sebelumnya mereka sempat pesimis kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik mengingat kurangnya publikasi dan persiapan kegiatan tersebut. Namun diluar dugaan, antusiasme mahasiswa cukup besar terhadap kegiatan ini. Awalnya diharapkan peserta kegiatan ini mayoritas adalah anggota UKM Pramuka sendiri, namun peserta yang ikut kebanyakan bukan dari anggota UKM Pramuka. Ini juga pertama kalinya UKM Pramuka melakukan kegiatan hiking dengan peserta dari luar anggota yang paling banyak, sebelumnya tidak pernah sampai sebanyak ini.
Tanpa disadari, prestasi ini adalah buah dari semangat pantang menyerah dan kerja keras dalam mengatasi rasa takut dan rintangan yang dilakukan oleh setiap individu yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. Semangat dan kerja keras untuk mensukseskan program kerja organisasi serta keinginan bersama dalam menghadapi tantangan berupa halangan dan rintangan menuju puncak, guna mengagumi keindahan alam Sang Pencipta. Hal tersebut telah membuahkan kenangan manis yang tidak akan pernah terlupakan. Semoga prestasi tersebut dapat memacu semangat untuk meraih puncak prestasi yang lebih tinggi lagi. Semoga.

Jakarta, 11 Februari 2005

Aditya Rachman Putra

(dipersembahkan untuk seluruh anggota UKM Pramuka, semoga tetap semangat dan kompak selalu dalam melakukan perubahan. “UKM PRAMUKA BISA”)

Tidak ada komentar: